Demikian kesimpulan pertemuan PAH I yang disampaikan ketuanya, Jacob Tobing, di hadapan rapat paripurna BP MPR di Gedung Nusantara V kompleks MPR/DPR Jakarta, Selasa (3/7) pagi. Rapat dipimpin Ketua MPR Amien Rais yang didampingi para wakil ketua MPR: Ginanjar Kartasasmita (F-PG), Matori Abdul Djalil (F-PKB), Sutjipto (F-PDIP), Harry Sabarno (F-TNI/Polri), Husnie Thamrin (F-PPP), Jusuf Amir Faisal (F-KKI) dan Nazri Adlani (F-PDU).
Panitia Ad Hoc I, kata Jacob, hanya menyusun format Rantap MPR, sedangkan substansi dari Rantap MPR itu akan dibahas pada saat Sidang istimewa MPR mendatang.
Menurut Jacob, PAH I telah menyusun tiga draf Rantap MPR tentang pertanggungjawaban presiden, yaitu: rantap MPR tentang pertanggungjawaban presiden apabila pertanggungjawaban itu diterima MPR; Rantap MPR tentang pertanggungjawaban presiden apabila pertanggungjawaban ditolak, dan Rantap MPR tentang pertanggungjawaban presiden apabila pertanggungjawaban Presiden Wahid diterima dengan ketentuan. “Rantap yang terakhir ini belum disepakati secara bulat oleh PAH I,” kata Tobing yang juga anggota DPR dari F-PDIP ini.
Keberadaan draf ke-3 tentang Rantap pertanggung jawaban Presiden apabila diterima dengan ketentuan, masih belum disepakati secara bulat karena terjadi perdebatan dalam rapat internal PAH I. Pada rapat internal PAH I itu, F-PKB memberikan catatan yang dianggap prinsipil sebagai suatu masukan, yaitu perlunya penambahan kalimat “dalam kasus dana Yanatera Bulog dan dana bantuan Sultan Brunei Darussalam”. “Penambahan ini sangat penting untuk mengetahui asal-usul ditetapkannya Memorandum I DPR, Memorandum II DPR, dan permintaan DPR agar MPR menyelenggarakan SI,” kata Tobing.
Selain itu, F-PKB menilai, perlu penambahan terlebih dahulu mengenai masalah landasan hukum ketatanegaraan tentang hubungan antara pasal 8 UUD 1945 dan pasal 1 ayat 2 Tap MPR Nomor VII/MPR/1973 serta pasal 98 ayat 4 dan 5 Tap MPR nomor II/MPR/2000. Fraksi ini merasa pembahasan itu sangat penting agar pengambilan keputusan MPR terhindar dari masalah kontroversial.
Tobing mengatakan, F-PKB menilai rantap MPR tentang pertanggungjawaban presiden apabila ditolak, maka MPR tidak secara otomatis memberhentikan presiden. “Hal ini secara implisit termuat dalam pasal 98 ayat 4, Tap MPR nomor II/MPR/2000 dan sesuai dengan Tap MPR nomor VII/MPR/1999 serta sejalan dengan jiwa sistem pemerintahan presidensil. Karena itu, F-PKB mengusulkan Rantap MPR tentang pertanggungjawaban presiden apabila pertangungjawaban Presiden Wahid ditolak, tidak perlu ada,” kata Tobing.
Hingga saat berita ini diturunkan, rapat paripurna BP MPR masih belum selesai. Sejak pukul 11.30 WIB, rapat diputuskan diskorsing selama 30 menit. (Jhony Sitorus)