Muchtar berada di RSPP untuk melihat perkembangan kesehatan Soeharto yang Jumat ini sudah diperbolehkan pulang, setelah menjalani operasi pemasangan alat pacu jantung permanen.
Menurut Muchtar, beberapa waktu yang lalu Mahkamah Agung telah memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung untuk melakukan pengobatan sampai Soeharto sembuh dengan biaya negara. Setelah itu, jika Soeharto sudah sembuh, ia dapat disidangkan. “Yang tahu layak atau tidak itu kan tim mendis, jadi kami akan selalu mengacu rekomendasi mereka (tim dokter),” kata Muchtar.
Baca Juga:
Sementara itu pada kesempatan yang sama, gabungan Tim dokter RSPP, RSCM, dan RS Harapan Kita dan Dokter Pribadi yang terdiri dari Dr. Miftah Suryadi Praja, Dr. Harsono Martowiyono, Dr. Juniarti Hatta, Dr. Teguh Ranakusumah, Dr. Suryo Atmojo, Dr. Joko Margono, mengadakan jumpa pers soal kesehatan Soeharto. Mereka secara bergantian menjelaskan kronologi perawatan Soeharto.
Awalnya pada tanggal 12 Juni, tim dokter tersebut mendatangi rumah Soeharto di Jalan Cendana, Jakarta Pusat. Saat itu mereka memeriksa denyut nadi Soeharto yang ternyata melemah, berkisar antara 30-40 denyut (pulsa) per menit. Padahal, normalnya untuk orang seusia Soeharto, denyut nadi tersebut 70-80 denyut per menit. Tim Dokter kemudian memutuskan agar Soeharto segera dibawa ke rumah sakit untuk menjalani perawatan.
Menurut Ketua Tim Dokter, Ichramsyah, Soeharto dibawa ke rumah sakit dengan menggunakan kursi roda dalam keadaan sadar dan dengan denyut nadi yang sangat rendah. “Itu untuk membatasi aktivitas fisik,” kata dia.
Selanjutnya Dr. Juniarti Hatta menjelaskan adanya stroke yang berulang yang dialami Soeharto beberapa waktu sebelumnya yang menyebabkan lemahnya denyut nadi mantan presiden kedua Indonesia itu. Apalagi, kata dia, Soeharto juga menderita penyakit lain seperti diabetes dan ginjal.
Untuk perawatan lanjutan, tim dokter memutuskan agar Soeharto menjalani Terapi Rekreatif yaitu dikunjungi oleh kerabatnya (saudaranya). Hal ini penting untuk ketenangan jiwa Soeharto. Kemudian saat Soeharto tiba dirumah sakit, tim dokter melakukan rapat dan memutuskan untuk memasang alat pemacu jantung di bahu kanan yang jaraknya empat centimeter dari jantung.
Alat pacu tersebut berasal dari Amerika dan bernama Pacemaker Single Chamber VVIR seharga Rp 30 juta dengan bentuk bulat pipih dan berat 21 gram. Alat tersebut bisa bertahan kira-kira 20 tahun dan berguna untuk mengontrol denyut nadi Soeharto. Kelemahan alat ini hanya berpengaruh oleh aktivitas fisik saja, sedangkan aktivitas emosional tidak mempengaruhi alat tersebut.
Setiap enam bulan, alat tersebut harus dicek termasuk kondisi Soeharto yang menggunakannya. Alat itu tetap bertahan di tubuh Soeharto karena, apabila tidak, akan terjadi hal-hal buruk. Tim Dokter selanjutnya tetap memberikan laporan rutin tertulis kepada Kejaksaan Agung setiap satu bulan. Rencananya pada hari Minggu tim dokter ini akan ke Cendana untuk mengecek kondisi Soeharto. (Nurakhmayani)