Menurutnya, penonaktifan Kapolri itu bertentangan dengan TAP MPR No.IV dan VII/MPR/2001 tentang pengangkatan dan pemberhentian Kapolri. "Ini bertentangan dengan aturan yang berlaku. Pengangkatan dan pemberhentian harus ada persetujuan DPR. Ini tidak," katanya.
Selain bentuk intervensi, penonaktifan Kapolri juga telah menimbulkan polemik yang berkepanjangan sehingga berpotensi terbelengkalainya tugas Polri. Juga, penonaktifan tersebut dibaca oleh HMI sebagai langkah mempertahankan kekuasaan dan Sidang Istimewa MPR Gus Dur. Ia menilai, intervensi tersebut telah melibatkan kembali Polri ke dalam politik praktis. Selama ini, nilainya, Polri telah berada pada jalurnya, tidak terlibat dalam kegiatan politik praktis dan tergantung kepada kekuasaan. "Polri tidak boleh kembali dalam politik praktis. Begitu juga dengan TNI," kata dia.
Karena itu, HMI mendukung langkah-langkah Polri, dalam hal ini Kapolri S.Bimantoro untuk tetap menjabat sebagai Kapolri. Ketika ditanya mengenai apel siaga yang digelar Polri tadi pagi ia menjawab: "apel siaga sebagai bentuk protes Polri terhadap keputusan kontroversial Gus Dur." Hamdani menegaskan, dalam waktu dekat pihaknya akan menemui Bimantoro untuk menyatakan dukungan. “Dalam 2-3 hari ini kami akan menemui Kapolri," lanjutnya.
Menurutnya HMI juga mendukung digelarnya Sidang Istimewa MPR sebagai satu-satunya mekanisme yang sesuai untuk mempertanggunng jawabkan mekanisme kerja Gus Dur. HMI sendiri menyangkal adanya kepentingan politik atau adanya konspirasi dirinya dengan Polri terhadap pernyataan sikap mereka. "Tidak ada kepentingan sedikit pun. Ini hanya wujud ketidaksetujuan kami terhadap intervensi Gus Dur tersebut," katanya. (kurniawan)