Sekitar pukul 09.45, wanita lajang berusia 33 tahun itu tiba di pengadilan dengan menumpang mobil tahanan LP Pondok Bambu dengan dikawal ketat sampai memasuki ‘Kamar Tahanan Wanita’ yang terletak di bagian belakang pengadilan. Demikian pula, ketika mobil yang sama membawa Elize meninggalkan pengadilan seusai sidang.
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Soehartono, berisi pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum Surung Aritonang. Selama sidang berlangsung, terdakwa yang mengenakan kemeja coklat muda dan celana panjang hitam dipadu blazer hitam, didampingi kuasa hukumnya Masiga Bugis.
Elize didakwa melanggar pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, dengan ancaman maksimal hukuman mati atau penjara selama-lamanya 20 tahun. Karena dengan tanpa hak membawa dan memiliki senjata api, amunisi, bahan peledak tanpa izin dari pihak yang berwajib.
Dalam surat dakwaan setebal enam halaman itu disebutkan bahwa buronan Tommy Soeharto yang memerintahkan terdakwa menyerahkan bom kepada saksi Agung Yulianto alias Ki Joko Bodo untuk meledakkan tiga lokasi penting di Jakarta. Lokasi yang mernjadi sasaran adalah Kantor Departemen Perdagangan dan Perindustrian (Deperindag), Kantor Kejaksaan Agung (Kejakgung), dan Kantor Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. “Bom yang diledakkan di Depperindag untuk membunuh Luhut Panjaitan, yang di Kejagung untuk membunuh Marzuki Darusman, sedang yang di Dirjen Pajak hanya untuk shock therapy,” kata Surung.
Tommy menyerahkan bom beserta tiga travel cek masing-masing senilai Rp 25 juta kepada terdakwa di Jalan Surabaya, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (14/1). Dalam perjalanan antara Jalan Surabaya menuju Jalan Pegangsaan Barat, terdakwa dijelaskan cara mengoperasikan bom itu. Terdakwa menyimpan bom selama empat hari di dalam kamar di rumahnya, Jalan Suwiryo No:48, yang hanya berjarak sekitar 250 meter dari rumah Tommy.
Sejak 20 Januari 2001, terdakwa ditahan untuk kepentingan penyidikan selama dua bulan. Kemudian, ia diwajibkan menjalani penahanan oleh penuntut umum sejak 20 Maret sampai 9 Mei 2001.
Sebelum sidang, kepada Koran Tempo terdakwa membantah yang memerintahkan peledakan bom adalah Tommy Soeharto seperti yang pernah dikatakannya kepada penyidik. Ia bersama Joko Bodo memindahkan tiga bungkusan berisi bahan peledak dari taksi ke mobil yang dikendarai rekan sesama paranormalnya itu, bukan ia sendiri yang memindahkannya.
Ia juga mengaku telah meminta maaf kepada Keluarga Cendana karena mengait-ngaitkan Tommy dengan bom yang dibawanya. Pernyataan maaf itu juga disampaikannya pada Soeharto. “Kasihan beliau (Tommy), ibarat sudah jatuh tertimpa tangga,” katanya.
Sementara itu, Masiga menilai dakwaan jaksa lemah karena didasarkan pada keterangan kliennya saat diperiksa di Polres Metro Jakarta Timur, yang sudah dicabut sendiri oleh terdakwa. Menurut dia, BAP (Berita Acara Pemeriksaan) yang dipakai adalah hasil pemeriksaan yang di Polda Metro Jaya. “Salah satu yang dibantah adalah yang menyuruh membawa bom adalah Tommy Soeharto,” kata dia.
Sidang lanjutan akan dilaksanakan pada Rabu (2/5), dengan pembacaan eksepsi dari kuasa hukum terdakwa. (Jobpie Sugiharto)