Tokoh yang semula dijadwalkan hadir, seperti Ketua Umum PBNU KH. Hasyim Muzadi, KH. Mustofa Bisri, KH. Muhammad Muchid Muzadi dan Ketua PP Muhammadiyah Prof. Syafii Ma’arif, ternyata berhalangan hadir.
Setengah mengeluh, Akbar menyampaikan bahwa fungsi pengawasan yang dilakukan DPR dipahami oleh pihak-pihak tertentu sebagai upaya merongrong pemerintah. Padahal Presiden dan DPR dalam posisi sejajar. “Jadi jangan dianggap koreksi yang kita sampaikan untuk menjatuhkan Presiden,” tegas Akbar. Ia mengingatkan, dalam prakteknya, berpolitik itu sulit sekali untuk menghindari konflik. Karena, banyak aspek dan kepentingan di dalamnya. Tetapi tentu bukan kepetingan sempit, melainkan kepentingan dalam mewujudkan idealisme dan aspirasi rakyat.
Dalam kesempatan terpisah, usai pertemuan itu, Akbar meminta agar Presiden bisa memahami, sekaligus menghormati fungsi dan kewenangan DPR sebagai lembaga legislatif. DPR, lanjut Akbar, tentunya akan menghormati dan memahami sepenuhnya tugas dari presiden selaku eksekutif. Dalam mengambil langkah-langkah, DPR mengembalikannya kepada sistem konstitusi yang berlaku. Namun demikian, Akbar melanjutkan, sesuai konstitusi, DPR bisa memberikan peringatan kepada Presiden melalui Memorandum yang bisa dikeluarkan sampai dua kali.
Akbar melanjutkan, DPR berhak meminta Sidang Istimewa (SI) apabila dewan menilai tidak ada perubahan dan perbaikan setelah dikeluarkannya memo II. ”Sidang Istimewa itulah yang akan memutuskan apakah betul-betul Presiden itu melanggar haluan negara dan konstitusi atau tidak,” tegas Akbar. MPR-lah, lanjut Akbar, lembaga yang bisa memutuskan untuk mencabut mandat dan memberhentikan Presiden. “Jadi kita harus bisa menempatkan persoalan secara proporsional,” imbuhnya.
Wakil Ketua DPR AM Fatwa, yang ikut mendampingi Akbar saat menemui delegasi tersebut, mengakui seruan yang disampaikan ICRP sangat bagus dan tak terbantahkan isinya. Bahkan, dia menyebut seruan tersebut ibarat siraman rohani baginya. Sayangnya, untuk mengoprasionalkan seruan itu cukup sulit. Sebab, ketika dewan melaksanakan fungsinya, justru dinilai negatif. “Jadi tolonglah, Bapak-bapak menasehati kami, bagaimana seharusnya menempatkan diri,” ujar Fatwa. “Tolong bapak-bapak juga memposisikan diri di atas sepatu kami di DPR,” imbuh Fatwa. (Sudrajat/Arinto Wiryoto)