Moerdiono akan dimintai berkaitan dengan SK Mensesneg No. 230/1995 yang menyatakan bahwa tukar guling antara aset Bulog di Kelapa Gading dengan aset PT GBS di Mandura telah mendapat persetujuan dari Presiden waktu itu, Soeharto. Sedangkan Marie Muhammad akan diminta kesaksiannya sebagai Menteri Keuangan saat itu.
Sementara persidangan kasus hari ini, dihadirkan empat orang saksi. Mereka adalah, Kepala Bidang Kajian Luar Negeri Sesneg, Janjuk Naksir, pegawai Departemen Kuangan, Pardomoan Samosir SH, Pegawai Direktorat Cipta Karya, Ari Sidharta, dan Deputi Sesneg, Sumarwoto. Dalam Kesaksiannya, keempat saksi menyatakan bahwa untuk tukar guling aset negara lebih dari 10 miliar rupiah, harus dengan persertujuan presiden. Persetujuan tersebut dalam bentuk surat yang ditandatangani oleh Mensesneg Moerdiono, ujar Sumarwoto memberikan kesaksian.
Menurut Sumarwoto, mantan Presiden Soeharto jarang memberikan surat tertulis dan ditandatangani sendiri. Semua surat ditandatangani Mensesneg, sebagai pembantu Presiden. Presiden jarang mengeluarkan surat pada waktu itu,ujar Somarwoto.
Kasus tukar guling yang merugikan negara sekitar Rp 192 milar itu mencuat akibat PT Goro Batara Sakti yang ditunjuk oleh Presiden tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagai mana direkomendasikan oleh tim inter-departemen yang bekerja untuk menaksir nilai objek tukar guling.
Tim itu memberikan rekomendasi kepada Kabulog Beddu Amang pada waktu itu agar tahan milik PT GBS agar segera diselesaikan proses pembebasannya. Karena sebagian tanahnya belum dibebaskan dan tanah yang berupa sawah sering banjir agar segera diurug (ditinggikan) agar tidak banjir lagi. (Padna Sunu)