Pernyataan itu ditandatangani oleh Dekenat (Pimpinan Gereja Lokal, red) TTU Romo Aloysius Kosat Pr; Ketua I Dewan Pastoral Paroki (DPP) St Theresia Kefa, PaulusTanouf; dan B.I Bala, tokoh masyarakat. Dalam pernyataan itu disebutkan bahwa penolakan itu didasari oleh rasa trauma masyarakat akan perlakuan TNI di masa-masa lalu. Selain itu, rencana pembangunan Markas Yonif 744 itu berdekatan dengan kompleks pendidikan, di antaranya STM Negeri Kefa dan Universitas Timor (Unimor).
Sikap itu juga wajar karena lokasi pembangunan Markas Yonif 744 sesungguhnya sudah dihibahkan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) TTU di kilometer sembilan arah barat Kefa, ibukota kabupaten TTU. "Kenapa dibangun di kompleks pendidikan seperti itu," tulis surat pernyataan itu.
Sumber yang dekat dengan Dandim 1618/TTU Letkol Inf Bambang Supriyanto menyebutkan bahwa setelah mendengar informasi tentang pernyataan para tokoh itu, Dandim merasa kaget dan heran. Sebab, sampai sejauh ini belum ada koordinasi antara pihak gereja setempat dan Kodim 1618.
Bambang sendiri dikabarkan mempertanyakan sekaligus menyesalkan pernyataan itu. Sebab, kalau memang para pimpinan agama, tokoh masyarakat dan masyarakat menolak rencana pembangunan markas Yonif 744 maka harus jelas alasannya. "Kalau alasannya bahwa ada perlakuan anggota TNI sebelumnya yang cukup membuat trauma maka harus jelas siapa orangnya, di mana tempatnya dan apa buktinya. Jangan membut pernyataan-pernyataan yang menyerang TNI secara kelembagaan begitu," kata Bambang dikutipsumber itu. (Cyriakus Kiik)