Dalam surat yang ditujukan kepada direksi PT Ajinomoto Indonesia (PT AI), MUI telah menyatakan bahwa PT AI telah melakukan penggantian bahan nutrisi pembuatan MSG dari polypeptone menjadi bactosoytone. Penggantian itu sendiri terjadi sejak Juni 1999, namun baru Desember 2000, kasus penggantian tersebut terbongkar.
Menurut Indah, sebagai lembaga yang berwenang menentukan halal dan haram produk makanan dan minuman di Indonesia, MUI harus hati-hati dan tidak teledor. Bukan tidak mungkin kasus ini terjadi pula pada produk lain. Apalagi hal itu dapat menyebabkan gejolak sosial seperti yang terjadi pada kasus Ajinomoto ini. Sejak diumumkan mengenai produk Ajinomoto itu mengandung unsur babi, kami terus menerus mendapat telepon dari masyarakat yang resah. Apalagi kasus ini berbau SARA, ujarnya.
Indah pun menegaskan bahwa YLKI akan memfasilitasi anggota masyarakat yang akan mengajukan gugatan class action. Saat ini sudah ada lima organisasi kewanitaan yang bersiap-siap mengajukan gugatan itu, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Konggres Wanita Indonesia (Kowani), Persatuan Warakawuri Republik Indonesia (Perwari), Fatayat NU dan Aisyiah Muhammadiyah. Mereka sudah menyatakannya kepada YLKI, kata Indah.
Agar kasus ini tidak terulang lagi, YLKI mengusulkan agar pemerintah membentuk badan yang khusus menangani hal ini. Lembaga itu bisa berasal dari Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (POM) yang diperluas keanggotaannya, termasuk anggota dari MUI. Sebab Ditjen POM sendiri sudah memiliki fasilitas laboratorium hampir di seluruh daerah. Ini akan memudahkan dan menjadi ujian bagi pemerintah apakah serius untuk melindungi konsumen atau tidak, kata Indah. (Deddy Hermawan)