TEMPO.CO, Jakarta - Tim Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi menilai Setya Novanto salah alamat, lantaran mempermasalahkan pengangkatan penyelidik dan penyidik KPK di poin gugatan praperadilannya. Kepala Biro Hukum KPK, Setiadi, mengatakan hakim sidang praperadilan tidak berwenang memutuskan sah atau tidaknya pengangkatan penyelidik dan penyidik oleh KPK.
Menurut Setiadi, masalah sah atau tidaknya pengangkatan penyidik di KPK merupakan objek dan kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sementara itu, lingkup kewenangan praperadilan sesuai Pasal 1 angka 10 juncto Pasal 77 huruf a KUHAP terbatas hanya mengenai sah atau tidak penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penuntutan, serta permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka.
Ia menuturkan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 21 tahun 2015 memperluas ruang lingkup praperadilan sehingga bisa memeriksa penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan termasuk upaya paksa yang bisa diperiksa dalam praperadilan.
Baca juga: Pengacara Sebut Penetapan Tersangka Setya Novanto Berdasarkan Asumsi
"Oleh karena itu permohonan sudah sepatutnya ditolak atau setidaknya tidak dapat diterima," kata Setiadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat, 22 September 2017.
Dalam persidangan sebelumnya, tim advokasi Setya Novanto mengatakan penetapan kliennya sebagai tersangka oleh KPK tidak sah. Mereka menilai penyelidik dan penyidik yang ditunjuk tidak berasal dari kepolisian atau kejaksaan.
Tim kuasa hukum Setya Novanto juga menyoal adanya 17 penyidik dari polri yang diangkat menjadi pegawai tetap KPK. Menurut anggota tim advokasi, Ida Jaka Mulyana, para penyidik itu belum diberhentikan secara hormat dan masih aktif di kepolisian.
"Hal ini bertentangan dengan kriteria penyidik KPK karena berstatus ganda. Pasal 39 UU KPK menjelaskan yang bisa jadi penyidik adalah yang berhenti sementara dari polri dan kejaksaan," kata Ida, Rabu kemarin.
AHMAD FAIZ