Malam itu, Rabu 15 Agustus 1945, mereka seperti ditulis Sidik Kertapati sebagai pemuda antifasis dari Asrama Menteng 31, bergegas ke luar rumah di Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Mula-mula Chaerul Saleh dan Wikana. Lalu D.N. Aidit, Djohar Noer, Pardjono, Aboebakar, Soedewo, Armansjah, Soebadio Sastrosatomo, Soeroto, dan Joesoef Koento.
Soekarno menyebut terjadi pertengkaran hebat antara pemuda dan Bung Karno malam itu. Malam itu, dikenang hingga kini karena berjasa mempercepat proklamasi Indonesia.
Setelah Bung Karno menolak, Kamis dini hari itu, para pemuda yang dipimpin oleh Soekarni nekat menjalankan rencana B, yakni menculik dan membawa Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok, Karawang.
Murad Aidit, adik DN Aidit dalam wawancaranya untuk Edisi Khusus Tempo soal Aidit terbit 1 Oktober 2007 mengaku melihat kakaknya mengikuti rapat rahasia di bawah pohon jarak. Tepatnya di belakang kebun bekas Institut Bakteriologi Ejkman di Pengsaan, empat jam sebelumnya. Aidit datang bersepeda, membonceng Wikana. Hanya Murad tak ingat pasti, apakah Aidit ikut membawa Soekarno ke Rengasdengklok. ”Seingat saya, mereka pulang marah-marah,” kata Murad Aidit.
BACA: Cerita Repotnya Memerankan Aidit di Film G 30 S PKI
Aidit memang aktif dalam kelompok pemuda antifasis yang bergerilya di Jakarta pada masa pendudukan Jepang hingga kembalinya Belanda. Soekarno dan Hatta bahkan mengenalnya dengan baik sejak periode awal Angkatan Baru Indonesia di Asrama Menteng 31.
Menteng 31 dulunya hotel bernama Schomper I. Setelah Belanda pergi pada 1942 tempat itu menjadi salah satu basis perlawanan anak muda. Di tempat yang kini berubah nama menjadi Gedung Joang 45 itu, Aidit dan teman-teman mendapat gemblengan dari bapak bangsa seperti Bung Karno, Bung Hatta, Amir Syarifudin, Ahmad Soebardjo, dan Ki Hajar Dewantara.