TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan Ketua Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia, Reni Kusumawardani sebagai saksi ahli psikologi dalam sidang kasus pemberian keterangan tidak benar dalam persidangan korupsi e-KTP dengan terdakwa Miryam S.Haryani. Dalam keterangannya, dia menyebut Miryam tak mengalami tekanan.
"Hasilnya tidak dijumpai secara signifikan tekanan yang dilakukan penyidik selama proses penyidikan," kata Reni di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Senin, 18 September 2017.
Baca : Saksi Sebut Penyidik KPK Tak Menekan Miryam
Menurut Reni, hasil dari pendalaman tim psikologi forensik hanya menunjukkan adanya perasaan stres yang dialami Miryam selama proses penyidikan di KPK. "Ada rentetan peristiwa yang sebelum proses pemeriksaan penyidikan, cukup signifikan untuk memicu perasaan tertekan," ujarnya.
Reni mengatakan perasaan tertekan tersebut disebabkan oleh faktor lain di luar proses penyidikan. Kesimpulan itu diperoleh dari pengujian dengan mencari konten-konten kalimat yang diucap Miryam dan bahasa tubuhnya.
Baca : Miryam Haryani Minta Farhat Abbas Ditetapkan Sebagai Tersangka
Terekam dalam video pemeriksaan, terlihat beberapa bahasa tubuh Miryam muncul. Misalnya dia melihat ke arah jendela, tangan dilipat seperti kedinginan, dan tangan menopang kepala. "Hal ini indikasi ada ketidaknyamanan psikologi dan ingin keluar dari keadaan itu," kata Reni.
Dalam sidang ini, Miryam S.Haryani didakwa telah memberikan keterangan palsu saat persidangan e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. Anggota Komisi Hukum DPR ini mengaku ditekan oleh penyidik KPK sehingga menyebutkan sejumlah nama koleganya telah menerima aliran uang korupsi e-KTP. Belakangan, KPK menetapkan Miryam sebagai tersangka atas pemberian keterangan palsu dan Markus Nari, kolega Miryam di DPR sebagai tersangka penekan Miryam.
ANDITA RAHMA