TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak pemerintah segera melakukan sosialisasi terkait penggunaan obat-obatan yang dilarang dikonsumsi. Desakan ini disampaikan menyusul beberapa waktu lalu terjadi kasus penyalahgunaan obat jenis paracetamol caffeine carisoprodol (PCC) oleh anak dan remaja di Kendari, Sulawesi Tenggara.
"Kami berharap Kemendikbud dengan dinas-dinas pendidikan segera memberikan pengarahan kepada anak-anak sekolah seluruh Indonesia," kata Komisioner KPAI Retno Listyarti di Senayan, Jakarta, Ahad, 17 September 2017.
Baca : Korban Obat PCC di Kendari Diperkirakan Capai 100 Orang
Retno juga menyarankan pemerintah untuk mengajak instansi lain dalam melakukan sosialisasi tersebut. Pemerintah pun harus menyediakan anggaran khusus untuk itu. "Kampanye penyadaran iklan tentang cerdas menggunakan obat dan warning untuk tidak melakukan penyalahgunaan obat karena dampaknya buruk," ujarnya.
Akibat penggunaan obat-obatan PCC secara sembarangan, puluhan remaja di Kendari mengalami gangguan kejiwaan. Mereka harus dilarikan ke rumah sakit jiwa untuk mendapatkan perawatan. Bahkan ada satu orang siswa kelas 6 SD yang meregang nyawa.
Baca : 29 Ribu Obat PCC Ditemukan di Makassar
Menurut Retno, anak-anak menggunakan obat-obatan untuk mendapatkan efek samping dari obat itu. Celakanya, anak-anak itu mulai melakukan eksperimen dengan mencampur obat-obatan tersebut sehingga menimbulkan efek lebih parah. "Itu dampaknya menjadi anak itu agresif luar biasa sehingga memang mengamuk dan memukul," kata dia.
Karena itu, selain peran pemerintah, Retno pun mendorong peningkatan peran pengawasan dari orang tua dan guru di sekolah berkaitan dengan peredaran obat PCC. Orang tua harus memiliki sensitivitas tinggi terhadap perubahan perilaku anak. Pun para guru di sekolah harus menaruh perhatian pada perubahan anak didiknya. "Kalau guru melihat perubahan maka dia harus segera berkomunikasi dengan orang tua. Itu yang KPAI harapkan agar bisa mencegah," ujarnya.
SYAFIUL HADI