TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat Benny K. Harman, mengatakan Presiden Joko Widodo akan mengambil posisi aman dalam menyikapi rekomendasi dari Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia menduga apapun rekomendasi pansus pasti akan berujung pada revisi Undang-Undang tentang KPK. Sementara itu undang-undang tidak mungkin direvisi tanpa persetujuan presiden.
Ketua DPP Partai Demokrat ini menjelaskan Jokowi akan mendapatkan keuntungan politik di balik hadirnya panitia angket. Pasalnya isu korupsi bisa menjadi bahan presiden menaikkan elektabilitasnya di masyarakat jelang pemilihan presiden 2019.
Menurut survei, masyarakat menghendaki pemimpin yang komitmen pada pemberantasan korupsi. Maka saat pansus merekomendasikan untuk merevisi undang-undang KPK, presiden akan berperan menjadi "penyelamat" lembaga antirasuah itu. "Seolah menyelamatkan padahal tidak," katanya dalam diskusi di Kantor Para Syndicate, Kebayoran Baru, Jakarta, Jumat, 15 September 2017.
Benny juga memprediksi ada tiga skenario rekomendasi dari panitia angket. Pertama membekukan KPK, kedua mengurangi kewenangannya, dan ketiga merevisi undang-undang. Semua rekomendasi ini, kata dia, hanya menjadi macan kertas bila tidak ditindaklanjuti oleh presiden.
Presiden, menurut Benny, membutuhkan politik praktis yang berdimensi ganda. Di satu sisi ia ingin dianggap sebagai presiden yang sukses memberantas korupsi, namun di sisi lain ia butuh dukungan nyata dari partai-partai untuk bisa maju kembali dalam pilpres 2019.
"Sikap ekstrem menolak pansus, tentu akan melemahkan dukungan dari parpol. Kalau dia akomodir pansus dia terancam dukungan rakyat," ucapnya.
Dengan dinamika seperti itu maka Benny yakin presiden akan mengambil langkah aman dalam menyikapi rekomendasi Pansus Hak Angket KPK. "Presiden sebagai kapasitas kepala pemerintahan, mampu dong menjinakkan parpol pendukung sebelum rekomendasi keluar. Jadi rekomendasi pansus hal yang normatif," tuturnya.
AHMAD FAIZ