TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata tidak mempersoalkan uang suap dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Banjarmasin yang hanya sebesar Rp 150 juta. Menurut Alex, KPK ingin memberikan pesan tertentu kepada masyarakat terkait OTT ini.
Dua dari empat tersangka, kata Alex, adalah Ketua dan Wakil Ketua DPRD yang mendapat amanah dari masyarakat. "Tapi menyalahgunakan kepercayaan, itu pesan yg ingin disampaikan," kata Alex di Gedung KPK, Jakarta, Jumat, 14 September 2017.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat dari enam orang yang terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) di kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan sebagi tersangka. "Keempatnya diduga terlibat dalam kasus suap terhadap anggota DPRD dalam persetujuan rancangan peraturan daerah (raperda)," kata Alex.
Baca juga: OTT di Banjarmasin, KPK: Dugaan Suap Terkait Pembahasan Peraturan
Raperda yang dimaksud, kata Alex, adalah Raperda tentang penyertaan modal Pemerintah Kota Banjarmasin senilai 50,5 miliar kepada PDAM Banjarmasin. Raperda tersebut telah diketuk palu dan disetujui di tingkat panitia khusus (pansus) raperda.
Keempat orang ini adalah Muslih, Direktur Utama PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum) Bandarmasih, Kota Banjarmasin, Trensis, Manajer Keuangan PDAM Bandarmasih, Iwan Rusmali, Ketua DPRD Banjarmasin, dan Andi Effendi, Wakil Ketua DPRD Banjarmasin yang juga Ketua Panitia Khusus dalam raperda tersebut.
KPK, kata Alex, tidak berhenti pada suap Rp 150 juta saja. Menurut dia, penyidik KPK tengah menyelidiki dugaan suap yang melibatkan pihak lain di kabupaten tersebut. "Kami duga ada suap lain dari perusahaan-perusahaan daerah lainnya," kata Alex.
Dalam OTT Banjarmasin ini, uang suap Rp 150 juta bersumber dari perusahaan rekanan PDAM, yaitu PT Chindra Santi Pratama. "Ini yang kami selidiki, jangan-jangan ada proyek lain yang diduga bermasalah," kata Alex
FAJAR PEBRIANTO