TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul mengatakan kepolisian tengah mendalami motif sembilan tersangka dalam kasus peredaran obat PCC (paracetamol caffeine carisoprodol) di Kendari, Sulawesi Tenggara. Kepolisian juga sedang mendalami sasaran dari peredaran obat ini.
Martinus mengatakan pihaknya menjerat kesembilan tersangka kasus peredaran obat PCC dengan Pasal 197 juncto Pasal 106 ayat 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Ancaman pidananya maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp 1,5 miliar.
Baca juga: Menkes Minta BNN Segera Telusuri Kandungan PCC
"Dalam hal ini tersangka selaku penjual atau pengedar. Ini yang tentu yang kami kenakan," kata Martinus di kantor Divisi Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat, 15 September 2017. Kepolisian, kata dia, juga tengah mendalami jenis obat dan peredaran obat yang sering dijadikan obat penenang itu.
Martinus menambahkan, sembilan orang tersangka itu dituduh melakukan praktek mengedarkan obat di tengah-tengah masyarakat. "Yang bersangkutan tidak memiliki izin mengedarkan. Obat ini kan harus diperoleh melalui resep dokter," ujarnya. Pada praktiknya, kepolisian menemukan obat ini dijual bebas.
PCC ramai dibicarakan setelah puluhan pelajar di Kendari mengalami kejang-kejang dan berhalusinasi karena menenggak obat ini. Para pelajar tersebut dirawat di Rumah Sakit Jiwa Kendari, Rumah Sakit Bhayangkara, Rumah Sakit Abunawas, Rumah Sakit Ismoyo, dan Rumah Sakit Bahteramas.
Martinus menyebut kepolisian juga menemukan sejumlah barang bukti sebanyak 5.227 butir obat PCC. Hingga kini terdapat 66 orang yang dirawat karena mengkonsumsi PCC. Sebanyak 15 di antaranya masih diperiksa secara intensif.
ARKHELAUS W.