TEMPO.CO, Jakarta - Indeks demokrasi Indonesia (IDI) pada 2016 mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat IDI pada 2016 adalah 70,09 turun 2,73 poin dibandingkan dengan indeks pada 2015, yakni 72,82.
"Tingkat demokrasi Indonesia secara umum masih dalam kategori sedang," kata Kepala BPS Kecuk Suhariyanto dalam jumpa pers di kantor BPS, Jakarta Pusat, Kamis, 14 September 2017.
Baca juga: Pengamat: Vonis Ahok Menunjukkan Demokrasi Indonesia Mundur
Kecuk mengatakan IDI adalah ukuran secara statistik yang mengukur tingkat kemajuan demokrasi Indonesia. Indeks ini dihitung dari tiga aspek, yaitu kebebasan sipil, hal-hak politik, juga lembaga demokrasi. Ketiga aspek itu terdiri atas 11 variabel dan 28 indikator.
Variabel dari aspek kebebasan sipil adalah kebebasan berkumpul dan berserikat, kebebasan berpendapat, kebebasan berkeyakinan, serta kebebasan dari diskriminasi. Variabel hal-hak politik meliputi hak memilih dan dipilih serta partisipasi politik dalam pengambilan keputusan dan pengawasan pemerintahan.
Baca juga: Selain Ujaran Kebencian, Pelintiran Kebencian Juga Berbahaya
Sedangkan, untuk variabel lembaga politik, meliputi pemilu yang bebas dan adil, peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), peran partai politik, peran birokrasi pemerintah daerah, dan peradilan yang independen.
Dari variabel-variabel tersebut, didapat nilai indeks tiap-tiap aspek. Hasilnya, aspek kebebasan sipil adalah 76,45, aspek hak-hak sipil 70,11, serta aspek lembaga demokrasi 62,05. "Ketiga aspek IDI mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya. Penurunan terbesar terjadi pada aspek lembaga demokrasi," katanya.
Baca juga: Megawati Kecam Kelompok Radikal yang Ingin Menguasai Negara
Kecuk menerangkan indeks aspek kebebasan sipil pada 2016 menurun 3,85 poin dibanding pada 2015, indeks aspek hak-hak politik menurun 0,52 poin, juga indeks aspek lembaga demokrasi turun 4,82 poin.
IDI merupakan perhitungan indeks yang dilakukan BPS sejak 2009. Penelitian indeks demokrasi Indonesia ini melibatkan BPS, Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Dalam Negeri, serta beberapa tim ahli dari perguruan tinggi dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
AMIRULLAH SUHADA