TEMPO.CO, Palembang - Warga yang bermukim di sekitar Teluk Cengal, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan, dihebohkan dengan penemuan emas dan benda-benda kuno lainnya di sekitar permukiman masa kerajaan Sriwijaya. Hingga saat ini puluhan warga di sana masih menggali untuk menemukan benda-benda berharga lainnya.
Kasubbag Media Komunikasi Publik Setda Pemerintah Kabupaten OKI, Adiyanto menjelaskan sebagian temuan berupa emas tersebut langsung dijual oleh warga setempat ke pengrajin emas di Palembang. “Warga Ada yang ketemu emas juga ketemu perunggu,” katanya, Jumat, 8 September 2017.
Menyikapi temuan tersebut Bupati OKI Iskandar melalui Kasubbag Media Komunikasi Publik Setda Pemkab OKI, Adiyanto berharap pemerintah pusat dapat menetapkan kawasan Teluk Cengal sebagai cagar budaya dan pusat penelitian pariwisata, baik nasional maupun internasional. Hal itu penting agar pihaknya dapat menjaga dan meneliti secara lengkap agar terbuka misteri dari situs tersebut.
Menurut Adiyanto, saat ini pihaknya bersama Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jambi melihat sendiri penemuan benda-benda peninggalan Kerajaan Sriwijaya di Teluk Cengal. Selanjutnya temuan akan dianalisa guna menindaklanjuti lokasi bandar (pelabuhan) Kerajaan Sriwijaya itu.
Adiyanto mengatakan masyarakat OKI menunggu arahan dari pemerintah pusat untuk menindaklanjuti agar ada pelindungan terhadap situs-situs di kawasan tersebut. Mengingat di lokasi tersebut banyak peninggalan arkeologi yang rusak dan hilang akibat kebakaran hutan dan lahan, penggalian liar, serta digunakannya lahan situs untuk perkebunan monokultur. Pihaknya juga bersiap diri jika kawasan Teluk Celuk dijadikan sebagai salah satu cagar budaya dan pusat penelitian pariwisata, baik nasional maupun internasional.
Sementara itu Retno Purwanti Tim Balai Arkeologi Palembang menjelaskan pihaknya mengadakan survei di Desa Sungai Pasir, Kecamatan Cengal, pada Maret 2012. Kegiatan survei ini dilakukan berdasarkan laporan ditemukannya benda kepurbakalaan diduga peninggalan kerajaan Sriwijaya di Desa Sungai Pasir oleh seorang guru bernama Madarhan (41 tahun) yang datang ke kantor Balai Arkeologi di Palembang pada 2010.
PARLIZA HENDRAWAN