TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi Kebebasan Ekspresi, South East Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) mensinyalir ada motif politik dalam pelaporan aktivis Dandhy Dwi Laksono ke kepolisian oleh Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Jawa Timur. Koordinator Regional SAFEnet, Damar Juniarto menduga Repdem memanfaatkan situasi politik saat ini untuk memukul lawan politik mereka.
“Pemerintah kan sedang gencar menggalang sebuah gerakan untuk menjerakan orang-orang yang dianggap sebagai lawan politik atau oposisi,” kata Damar saat dihubungi Tempo di Jakarta, Kamis, 7 September 2017. “Repdem ini seolah-olah memakai gelombang ini untuk memukul lawan politik, bukan dalam konteks pemilu, tapi dalam konteks kelompok oposan.”
Sebelumnya pada Rabu kemarin, Dandhy dilaporkan ke Kepolisian oleh Dewan Pengurus Daerah Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Jawa Timur, organisasi sayap PDI Perjuangan terkait status yang diunggahnya di dinding Facebook-nya.
Baca juga: Tulis tentang Suu Kyi dan Megawati, Dandhy Dilaporkan ke Polisi
Dalam statusnya, Dandhy menulis, "Tepat setelah Megawati kembali berkuasa dan lewat kemenangan PDIP dan terpilihnya Presiden Jokowi yang disebutnya sebagai "petugas partai" (sebagaimana Aung San menegaskan kekuasaannya), jumlah penangkapan warga di Papua tembus 1.083."
Repdem menilai Dandhy, yang selama ini aktif menolak reklamasi dan pembangunan pabrik semen di Kendeng, telah menebarkan kebencian pada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Presiden Joko Widodo melalui status tersebut.
Damar mengatakan jika benar motif dari pelaporan Dandhy Dwi Laksono adalah motif politik, maka persoalannya akan menjadi lebih besar. “Ini bukan jadi masalah Dandhy semata, tapi semuanya, karena bisa dianggap semua yang menentang Jokowi atau pemerintah adalah kelompok yang bisa dipidanakan,” kata Damar.
Hingga berita ini diturunkan, Tempo belum berhasil menghubung kembali pihak dari Repdem Jawa Timur untuk dimintai konfirmasi.
FAJAR PEBRIANTO