TEMPO.CO, YOGYAKARTA -- DPRD DI Yogyakarta memanggil Pemerintah DIY setelah terbitnya hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang Keistimewaan DIY nomor 13 tahun 2012, Rabu 6 September 2017.
Pemangilan kepada pemerintah itu untuk mengkaji dampak putusan MK terhadap sejumlah produk peraturan daerah yang pembuatannya mengacu Undang-Undang Keistimewaan. Seperti Perda Keistimewaan tentang Pengisian Jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY yang disahkan tahun 2015 lalu.
“Dengan adanya putusan MK tersebut sebenarnya tidak ada perlu,” ujar Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Pemda DIY, Dewo Isnu Broto.
BACA: Putusan MK Buka Peluang Yogyakarta Dipimpin Perempuan
Dewo menuturkan, perda keistimewaan selama ini proses penyusunannya sudah menginduk pada UU Keistimewaan. “Perda keistimewaan pun otomatis juga menginduk putusan MK,” ujar Dewo.
Sekretaris Daerah Pemerintah DIY Gatot Saptadi menuturkan, pemerintah sudah menerima salinan resmi putusan MK yang mencoret frasa ‘istri’ dalam pasal 18 ayat 1 huruf m UU Keistimewaan itu.
“Putusan MK itu sudah membuat pasal 18 UU Keistimewan tidak memiliki kekuatan hukum tetap lagi,” ujarnya.
BACA: Adik Sultan HB X Anggap Peluang Wanita Jadi Raja Tetap
Gatot menyatakan, putusan MK tak akan membatalkan lima perda bidang keistimewaan yang selama ini mengacu pada UU Keistimewaan. Yakni Perda Keistimewaan soal pengisian jabatan gubernur –wakil gubernur, Perda Keistimewaan Tentang Pertanahan, Perda Keistimewaan ttentang Kelembagaan, Perda Keistimewaan Tentang Kebudayaan dan Perda Keistimewaan tentang Tata Ruang.
BACA: Putri Raja Yogya: Putusan MK Bukan Hanya untuk Saya
“Putusan MK juga tidak akan mempengaruhi proses pelantikan gubernur dan wakil gubernur DIY periode 2017-2022 Oktober nanti,” ujar Gatot.
Pada Oktober 2017 mendatang Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam X dijadwalkan akan dilantik kembali sebagai gubernur periode lima tahun ke depan oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara.
PRIBADI WICAKSONO