TEMPO.CO, Yogyakarta - Sejumlah tokoh hadir dalam peringatan bergabungnya Yogyakarta dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang digelar di situs bangunan sejarah Pendapa Gamelan, Kelurahan Panembahan Kecamatan Keraton Yogyakarta, Selasa petang 5 September 2017.
Mereka antara lain mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, putri sulung Raja Keraton Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi, dan pelukis kenamaan asal Yogya Nasirun.
Mahfud MD menuturkan peristiwa bergabungnya Yogya dengan NKRI atau yang dikenal dengan Amanat 5 September 1945 menjadi bagian mozaik penting dalam sejarah terbentuknya NKRI.
"Karena saat itu Yogya sebenarnya sangat bisa menjadi negara sendiri, dan Belanda bersedia membantu membesarkan Yogya sebagai negara," ujar Mahfud. Namun Raja Keraton saat itu Sri Sultan HB IX dan Raja Kadipaten Puro Pakualam Sri Paduka Pakualam VIII menolak tawaran dari Belanda.
Kedua pemimpin itu justru bersama-sama mengeluarkan pernyataan yang dikenal sebagai Amanat 5 September 1945 yang menyatakan bahwa Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman menjadi bagian dari Republik Indonesia. Yogya pun akhirnya menjadi wilayah pertama yang bergabung menjadi bagian NKRI yang kemudian disusul wilayah lainnya.
"Mau bergabungnya Yogya sebagai bagian NKRI saat itu menjadi hal yang luar biasa," ujar Mahfud.
Bergabungnya dua entitas kerajaan di Yogya yang jauh sebelumnya telah memiliki kedaulatan politik dan keberadaannya diakui dunia internasional itu dinilai berdampak sangat penting bagi keberlangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang baru saja diproklamirkan.
Sehingga atas dasar amanat 5 September 1945 itu Presiden Sukarno mengeluarkan Piagam Kedudukan yang berisikan pengakuan Negara atas hak _privelege_ atau status keistimewaan bagi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dalam peringatan itu pelukis Nasirun menyerahkan sebuah lukisan yang dibuatnya spontan saat acara itu berlangsung kepada putri sulung Sultan HB X, GKR Mangkubumi. Lukisan Nasirun itu seperti terbagi dua bidang.
Bagian atas berupa potongan mirip plakat berisa barisan kalimat Amanat 5 September 1945. Di bawah plakat itu, leleran cat merah seperti darah bercampur leleran warna putih mengalir deras tak beraturan.
Penggagas acara itu, Widihasta Wasana Putra mengatakan peringatan 5 September 1945 sengaja digelar di Pendapa Gamelan karena bangunan cagar budaya itu memiliki nilai sejarah pada masa kemerdekaan Indonesia.
Pada masa revolusi kemerdekaan tahun 1945 - 1949, Pendapa Gamelan itu sempat digunakan untuk warung makan Sate "Puas" sebagai kedok markas atau tempat berkumpul para pejuang gerilyawan. Sultan HB IX pun terekam pernah menyambangi pendapa yang letaknya di timur Keraton Yogya itu.
PRIBADI WICAKSONO