TEMPO.CO, Bandung - Pengacara terdakwa kasus dugaan pelanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Buni Yani, berencana menghadirkan Yusril Ihza Mahendra sebagai saksi ahli pada sidang pekan depan. Yusril akan diminta memberikan keterangan soal hukum tata negara yang menyangkut kebebasan berekspresi.
Kuasa hukum Buni, Aldwin Rahadian, mengatakan kasus yang menimpa kliennya itu ada kaitannya dengan kebebasan berpendapat yang telah dilindungi undang-undang. Pihaknya meminta Yusril menjadi saksi ahli untuk menjelaskan perbedaan ujaran kebencian dengan kebebasan berpendapat.
"Bahwa apa yang dilakukan Pak Buni ini merupakan bagian dari kebebasan berpendapat, apalagi (Buni) mengajak berdiskusi," ucapnya saat ditemui setelah mendampingi Buni sidang di Gedung Arsip dan Perpustakaan Bandung, Selasa, 5 September 2017.
Baca juga: Jaksa Agung: Ahok Tak Perlu Hadiri Sidang Buni Yani
Ia menolak kliennya didakwa telah melakukan ujaran kebencian. Ia menyebutkan apa yang diunggah Buni di laman Facebook-nya merupakan bagian dari kebebasan berekspresi.
"Yang di-upload Pak Buni bukan konten ilegal. Yang bisa dijerat Undang-Undang ITE itu apabila memenuhi unsur konten ilegal, seperti penghinaan, pornografi, dan perjudian," ujarnya.
Selain akan mendatangkan Yusril, Aldwin akan menghadirkan dua saksi ahli lain, yakni pakar di bidang sosiologi dan teknologi informasi.
Buni didakwa telah melakukan ujaran kebencian dan mengedit atau mengubah isi video pidato Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat berada di Kepulauan Seribu. Ia didakwa dengan Pasal 32 ayat 1 dan Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang ITE.
Perkara ini bermula saat Buni Yani mengunggah video pidato Ahok di Kepulauan Seribu, 27 September 2016, di laman Facebook miliknya. Tak hanya mengunggah, Buni membubuhi keterangan transkrip video pidato tersebut yang dinilai tidak sesuai dengan aslinya. Buni menghilangkan kata "pakai" saat Ahok menyinggung surat Al-Maidah.
IQBAL T. LAZUARDI S.