TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra dan Sekjen PBB Afriansyah Noor mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Mahkamah Konstitusi. Yusril mengajukan uji materi terhadap Pasal 222 tentang ambang batas tentang pencalonan presiden (presidential threshold).
"Kami hanya menguji satu pasal saja," kata Yusril di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, 5 September 2017. Menurut dia, Pasal 222 bertentangan dengan Pasal 6A ayat 1 dan Pasal 22 E Undang-Undang Dasar 1945.
Baca juga: 2 Alasan Yusril Ihza Bakal Ajukan Uji Materi UU Pemilu
Parlemen dan pemerintah sepakat ambang batas pencalonan presiden pada Pemilihan Umum 2019 sebesar 20 persen dari kursi parlemen atau 25 persen dari total suara sah Pemilu 2014. Hal itu diatur dalam UU Pemilu 2017 Pasal 222.
Peraturan itu lantas mendapat protes dari partai politik peserta Pemilu 2019. Selain Partai Bulan Bintang yang mengajukan uji materi, sebelumnya ada Partai Solidaritas Indonesia dan Partai Islam Damai dan Aman (Idaman).
Yusril menambahkan pemohon dalam uji materi pasal 222 ialah Partai Bulan Bintang. Dengan demikian maka posisi legal standing-nya menjadi kuat. "Partai mempunyai hak konstitusional untuk mengajukan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden," ucapnya.
Sudah empat kali Yusril mengajukan uji materi terhadap ambang batas pencalonan presiden. Namun keempatnya kandas. Kini ia optimistis uji materinya bisa diterima majelis hakim konstitusi. Sebab, Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan penyelenggaraan Pemilu serentak. "Itu letak perbedaannya," kata mantan Menteri Sekretaris Negara itu.
Perbedaan lainnya ialah, dalam uji materi ini tidak hanya menguji apakah bertentangan dengan konstitusi, tapi juga aspek lainnya. Aspek itu, ucap Yusril, rasionalitas, moralitas, dan keadilan. "Ini bukan lagi menguji dengan UUD 1945 tapi juga filsafat hukum," kata Yusril Ihza Mahendra.
ADITYA BUDIMAN