TEMPO.CO, Jakarta - Rencana aksi mengepung kompleks Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, sebagai ungkapan solidaritas kepada etnis Rohingya di Myanmar dianggap salah alamat.
Menurut Direktur PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko Edi Setijono, candi itu tak ada hubungannya dengan Myanmar.
Namun bangunan kuno itu merupakan peninggalan nenek moyang Indonesia. "Candi itu merupakan warisan leluhur Indonesia. Kebetulan saja itu dibangun saat Wangsa Syailendra, yang kebetulan beragama Budha," katanya, Senin, 4 September 2017.
Menurut Edi, relief di Candi Borobudur tidak hanya menggambarkan ajaran Budha, tapi juga relief lain, seperti teknologi dan seni budaya.
Baca juga: Aksi Bela Rohingya, Muhammadiyah: Tak Ada Laskar Islam di Klaten
Kabar adanya aksi bela Rohingya di kompleks Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, pada Jumat, 8 September 2017, dibenarkan Ketua Front Pembela Islam (FPI) Kabupaten Klaten Suyadi Al Abu Fatih.
"Memang benar ada informasi itu. Sementara ini, ada beberapa pihak yang mengklaim (sebagai inisiator aksi bela Rohingya di Borobudur), biar saja. Kalau dari FPI, baru akan membahas hal itu dalam rapat di DPD Jawa Tengah nanti malam," ujarnya kepada Tempo, Senin, 4 September 2017.
Dari pantauan Tempo, kabar aksi bela Rohingya di Borobudur beredar di sejumlah grup WhatsApp sejak Ahad lalu. Dalam pesan berantai itu, tercantum nama 107 organisasi dari Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta yang akan mengikuti kegiatan tersebut. Salah satunya Laskar Islam Klaten, himpunan sejumlah organisasi Islam di Klaten, termasuk FPI
M. SYAIFULLAH | DINDA LEO LISTY | JH