TEMPO.CO, Yogyakarta – Pengamat Hukum Internasional Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Jawahir Thontowi mendesak Presiden Joko Widodo mencegah warga Indonesia yang berniat pergi ke Myanmar untuk menjadi milisi membela etnis Rohingya.
Thontowi melihat telah bermunculan rencana aksi solidaritas untuk Rohingya yang mengatasnamakan sejumlah organisasi kemasyarakatan, komunitas, atau pun kelompok muslim di Indonesia.
“Pemerintah harus kuat menutup peluang keberangkatan milisi dari kelompok-kelompok fundamentalis ke Myanmar,” kata Jawahir Thontowi dalam konferensi pers di ruang Dekanat Fakultas Hukum UII Yogyakarta, Senin, 4 September 2017.
Baca: Bisnis Migas di Myanmar Jadi Salah Satu Pemicu Konflik Rohingya?
Jawahir khawatir kehadiran milisi asal Indonesia di Myanmar justru makin membahayakan posisi etnis Rohingya yang mayoritas tinggal di Rakhine. “Saya khawatir Rakhine akan menjadi seperti Suriah atau Syiria,” kata Jawahir yang juga Direktur Centre for Local Law Development Studies (CLDS) Fakultas Hukum UII.
Begitu pula terhadap aksi solidaritas yang direncanakan pada 8 September 2017 di Candi Borobudur, Magelang. Candi yang merupakan cagar budaya dan bagian dari keajaiban dunia tersebut juga menjadi jujugan umat Budha saat merayakan Hari Waisak. “Harus dicegah agar tidak memunculkan gelombang aksi yang lebih besar yang mengatasnamakan agama,” kata Jawahir.
Simak: Tempo Membantah Berita Hoaks Terkait Krisis Rohingya
Dekan Fakultas Hukum UII Aunur Rahim memgimbau kepada kaum muslimin untuk mempercayakan penyelesaian kasus Rohingya kepada pemerintah dan bukan dengan menggunakan motif solidaritas persaudaraan muslim, ukhuwah Islam dalam menyelesaikan persoalan.
Sebab, kata dia, membantu salah satu pihak yang sedang bertikai di Myanmar justru tindakan yang melanggar kedaulatan negara tersebut. “Itu bisa mencederai nama baik Islam karena pendatang yang ikut dalam pemberontakan lokal mudah dituding pemerintah Myanmar sebagai teroris,” kata Aunur.
PITO AGUSTIN RUDIANA