TEMPO.CO, Banyumas - Ratusan umat Islam penganut penanggalan Alif Rebo Wage atau Islam Aboge di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah baru menjalankan salat Idul Adha hari ini, Minggu, 3 September 2017. Mereka merayakan Idual Adha terlambat dua hari dibandingkan dengan waktu penetapan dari pemerintah.
Imam Masjid Saka Tunggal Baitussalam, Kyai Sulam, mengatakan tahun ini merupakan tahun Za sehingga rumus untuk menentukan 10 Dzulhijah adalah Papat Siji atau Empat Satu.
Baca: Volume Arus Balik Idul Adha Diprediksi Capai 97 Ribu Kendaraan
Dia menjelaskan, pada Tahun Za, 1 Muharam jatuh di hari Selasa pahing. Dengan menggunakan rumus papat siji tersebut, maka dihitung mulai hari Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu dan ditambah satu hari. Sehingga 10 Dzulhijah tiba di hari Minggu Legi, 3 September 2017.
Seperti umat Islam lain, komunitas ini juga menggunakan kalender qomariyah atau berdasarkan rotasi bulan. Namun, berbeda dengan penanggalan hijriah, penanggalan Aboge mengenal kalender sewindu atau delapan tahunan. Penanggalan Aboge menurut Sulam adalah perpaduan antara kalender hijriah dengan kalender Jawa.
Pada penanggalan Jawa Aboge, kata Sulam, komunitasnya juga mengenal hari pasaran seperti Pahing, Pon, Wage, Kliwon, dan Legi. Begitu pula, delapan tahun dalam kalender Aboge memiliki nama yang mengadopsi dari huruf hijaiyah seperti tahun Alif, Ha, Jim Awal, Za, Dal, Ba/Be, Wawu, dan Taun Jim Akhir.
“Katakanlah untuk menentukan bulan haji, perhitungannya menggunakan angka empat satu. Contoh, tahun ini, (1 Muharam jatuh di) Selasa pahing begitu, maka empat satunya dihitung hari Selasa, Rabu, Kamis, Jumat. Di bulan besarnya, empat satu ditambahi siji (ditambah satu hari-red) hari Jumat sampai dengan hari Minggu, langsung jatuhnya di 10 Dzulhijah. Itu rumusannya delapan tahunan, yang disebut satu windu,” jelas Imam Masjid Saka Tunggal, Kyai Sulam, Minggu, 3 September 2017.
Simak pula: Alasan Jemaah Tarekat Syattariyah Salat Idul Adha Hari Ini
Dari keseluruhan tahun dalam sewindu, Sulam menambahkan, terdapat kesamaan kalender dengan pemerintah. Meski demikian, terkadang juga berbeda kalender. Misalnya pada tahun ini, lantaran tahun Za, maka lebaran Idul Fitri Aboge terpaut dua hari dibanding ketetapan pemerintah.
Tahun ini, misalnya, pada tahun Za, maka perhitungannya adalah ‘Waljiro’, ‘Siji Loro’. Tanggal 1 Muharam di tahun Za tiba di hari Selasa pasaran Pahing. Itu sebabnya, Lebaran Idul Fitri tahun ini juga selang dua hari dari ketetapan pemerintah dan perhitungan Ormas Islam lainnya yaitu pada Selasa pon.
Menurut Sulam, perhitungan untuk menentukan lebaran tahun berikutnya juga berbeda karena tahun depan adalah tahun Dal. Adapun dalam hal pelaksanaan ibadah salat Idul Adha tidak ada yang berbeda dengan ormas Islam lainnya. Perbedaan paling mendasar terletak pada waktu penetapan.
Pada hari raya Idul Adha kali ini, dari umat muslim setempat, panitia Masjid Saka Tunggal mendapatkan 5 ekor kambing. Pemotongan hewan kurban itu dilakukan setelah salat Idul Adha. Daging hewan kurban dibagikan kepada warga.
BETHRIQ KINDY ARRAZY