TEMPO.CO, Yogyakarta - Adik tiri Raja Keraton Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono (HB) X, Gusti Bendoro Pangeran Hario Yudhaningrat mendesak kakaknya mencontoh langkah kakek mereka, Sultan HB VIII dalam menyikapi polemik raja perempuan. Hal ini menyusul terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan gugatan Undang-undang Keistimewaan DIY Nomor 13 Tahun 2012, yang membuka peluang perempuan menjadi gubernur DIY sekaligus raja keraton.
"Kalau (Sultan HB X) mau mengubah paugeran (patokan adat) keraton, kami harap jangan sampai menghilangkan hal yang prinsipil," ujar Yudhaningrat, Sabtu 2 September 2017.
Baca : Adik Sultan HB X Anggap Peluang Wanita Jadi Raja Tetap Kecil
Menurut Yudhaningrat, jika Sultan HB X mengacu pada putusan MK lalu kelak mengangkat perempuan sebagai raja menggantikan dirinya, maka hal itu jelas mengubah nilai prinsipil paugeran keraton Yogya. "Sedangkan sejak awal berkiblat sebagai kerajaan Mataram Islam," kata dia.
Yudhaningrat mencontohkan, saat Sultan HB VIII bertahta, Sultan juga mengubah paugeran keraton, namun hanya teknis sifatnya dan menyesuaikan zamannya. "Saat masa HB VIII, gunungan yang dikeluarkan keraton saat Grebeg puluhan jumlahnya, tapi diubah jadi lima gunungan saja yang pokok," ujar Yudha.
Baca : MK Kabulkan Gugatan UU Keistimewaan, Berikut Komentar Sulyan HB X
Grebeg sendiri merupakan perayaan Keraton menyambut Idul Fitri, Maulud Nabi, dan Idul Adha dengan cara mengarak hasil bumi untuk dibagikan pada warga. Saat masa HB VIII jumlah gunungan grebeg dibatasi karena Indonesia, juga keraton menghadapi masa sulit penjajahan. "Silahkan saja raja berkuasa mengubah paugeran, tapi jangan sampai menghilangkan nilai yang pokok," ujarnya.
Saat ini, Yudhaningrat bersama keluarga keraton lain hanya akan menunggu sikap Sultan HB X. Apakah HB X akan menggunakan wewenangnya mengubah paugeran dan sejarah dengan mengangkat perempuan sebagai raja keraton kelak. Terlebih, Sultan HB X tak memiliki keturunan laki-laki dari kelima anaknya. "Kami berharap masih bisa berembug dengan beliau soal itu," ujarnya.
Sultan HB X sebelumnya mendukung frasa istri dalam UU Keistimewaan itu dihapus karena menjadi bentuk diskriminasi pada perempuan dan tak sesuai UUD 1945. "Dengan (putusan MK) itu berarti sekarang sudah tidak ada diskriminasi lagi dalam UU Keistimewaan, siapa yang mau jadi gubernur, perempuan dan laki laki sama," ujar Sultan.
Namun, nada bicara Sultan meninggi manakala disinggung apakah putusan MK itu artinya bakal mengubah paugeran keraton khusus soal kedudukan raja bertahta. "Paugeran itu siapa yang membuat? Abdi dalem? Kan raja, ya sudah itu wewenang raja," ujarnya.
PRIBADI WICAKSONO