TEMPO.CO, Yogyakarta - Keluarga Keraton yang juga adik tiri Raja Keraton Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Bendoro Pangeran Hario (GBPH) Yudhaningrat meyakini putusan Mahkamah Konstitusi yang membuka peluang sama bagi perempuan dan laki-laki untuk jadi gubernur DIY terkait keistimewaan DIY tak serta merta membuka peluang besar bagi perempuan naik tahta sebagai raja keraton.
"Karena syarat menjadi gubernur dan menjadi sultan juga berbeda," ujar Yudhaningrat Sabtu 2 September 2017. Yudhaningrat menuturkan hal ini pasca mengkaji Undang-Undang Keistimewaan DIY Nomor 13 Tahun 2012.
Meski Mahkamah Konstitusi menghapus frasa 'istri' pada Pasal 18 ayat 1 huruf (m) yang dinilai bias gender pada sidang 31 Agustus lalu, ada bagian lain dalam UU Keistimewaan yang mengamanatkan bahwa raja bertahta di keraton musti laki-laki. "UU Keistimewaan itu juga menyatakan bahwa raja keraton adalah seorang imam, sesuai sejarahnya sebagai kerajaan Mataram Islam," ujar Yudha.
Yudha pun merujuk pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (4) UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY. Dalam bab itu disebutkan bahwa Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dipimpin oleh Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senapati Ing Ngalaga Ngabdurrakhman Sayidin Panatagama Kalifatullah, yang selanjutnya disebut Sultan Hamengku Buwono. "Adanya gelar nama 'Sayidin Panatagama Kalifatullah' itu mengartikan bahwa untuk menjadi sultan dia harus laki-laki," ujarnya.
Dengan belum adanya perubahan soal gelar nama sultan bertahta dalam UU Keistimewaan itulah kekecewaan para keluarga keraton lain atas putusan MK sedikit terobati. "Sehingga kami memandang putusan MK itu sekarang bukan soal menang atau kalah, hanya sebatas diterima atau ditolak, bahwa perempuan berpeluang jadi gubernur, itu saja, " ujarnya.
Yudha menegaskan, syarat menjadi raja keraton sendiri tak diotak atik posisinya dalam UU keistimewaan. "Kecuali kalau syarat jadi raja dan jadi gubernur dibuka semua ya baru peluang perempuan jadi besar, jadi raja dan gubernur," ujarnya.
Yudha menambahkan, jika tak ada keluarga keraton yang bisa memenuhi syarat menjadi raja, baik karena yang bersangkutan perempuan atau tak memenuhi syarat lain, maka jabatan gubernur masih bisa dijabat rangkap wakil gubernur. Wakil Gubernur DIY sendiri sesuai UU Keistimewaan DIY diisi oleh raja Puro Pakualaman bertahta. Permaisuri Raja Keraton Gusti Kanjeng Ratu Hemas sebelumnya sumringah pasca adanya putusan MK itu. "Alhamdullilah sekarang tak ada syarat soal istri atau suami dalam UU Keistimewaan untuk jadi gubernur," ujarnya.
PRIBADI WICAKSONO