TEMPO.CO, Yogyakarta - Putusan Mahkamah Konstitusi yang membuka peluang Raja Keraton Yogyakarta dari kalangan perempuan kembali memicu polemik di kalangan internal keraton. Namun polemik putusan MK itu tak mempengaruhi pelaksanaan tradisi Grebeg Besar yang dilakukan Sabtu 2 September 2017.
Grebeg besar sebagai tradisi menyambut Idul Adha merupakan tradisi dengan mengarak tujuh gunungan hasil bumi dari komplek Keraton untuk diberikan ke sejumlah tujuan sebagai wujud syukur.
Baca juga: Putusan MK Buka Peluang Yogyakarta Dipimpin Perempuan
Berdasarkan pantauan Tempo, adik Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Bendoro Pangeran Haryo Yudhaningrat, tetap menjalankan tugasnya memimpin pelaksanaan Grebeg seperti tahun tahun-tahun sebelumnya.
Padahal, Gusti Yudha, selama ini termasuk keluarga keraton yang paling keras menentang wacana raja perempuan termasuk hasil putusan MK itu. "Memimpin Grebeg sudah kewajiban saya seperti amanat Sri Sultan HB IX," ujar Yudha saat ditanya Tempo usai acara.
Baca juga: Perempuan Bisa Jadi Raja di Yogya, Adik Sultan: Akan Picu Konflik
Yudha menuturkan, ayahandanya Sultan HB IX- yang juga ayah Sultan HB X, semasa hidup memberinya tugas sebagai Manggala Yudha Prajurit atau semacam panglima tentara-nya keraton. Dan itu masih berlaku sampai sekarang meski pergantian tahta beralih ke Sultan HB X.
Selain menjabat sebagai pimpinan prajurit keraton, Gusti Yudho juga menjabat sebagai pimpinan bidang kesenian keraton. Yudhaningrat menyatakan posisinya sebagai panglima keraton pun tergantung kehendak raja yang berkuasa. "Kalau Sultan sekarang atau berikutnya tak menghendaki ya saya bisa diganti, tradisi Grebeg pun tergantung Sultan bertakhta," ujarnya.
Baca juga: Sultan HB X Mendadak Batal Salat Idul Adha di Alun-alun Utara
Sementara itu, pada acara Grebeg Besar itu berlangsung meriah sejak arak-arakan gunungan dikeluarkan dari komplek Keraton ke sejumlah titik. Ribuan warga memadati tempat gunungan akan diletakkan seperti di Masjid Kauman, Komplek Kantor Gubernur Kepatihan, dan Puro Pakualaman.
Empat ekor gajah keraton turut mengawal gunungan saat keluar dari komplek keraton. Saat gunungan diletakkan, warga pun langsung berebut hasil bumi karena percaya hal itu akan mendatangkan berkah keselamatan.
PRIBADI WICAKSONO