TEMPO.CO, Yogyakarta - Pasar tradisional terbesar di Yogyakarta, Beringharjo, menjadi pusat kegiatan Kenduri Rakyat Istimewa untuk memperingati lima tahun lahirnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Provinsi Yogyakarta, Kamis, 31 Agustus 2017.
Dari pantauan Tempo, sejak pagi suasana sudah riuh oleh panggung yang didirikan di tengah pasar. Kenduri dilakukan di Pasar Beringharjo karena pasar dengan 6 ribu pedagang itu diyakini menjadi saksi lahirnya Kota Yogyakarta pada 1755. Saat itu Raja Mataram Pangeran Mangkubumi atau Sultan Hamengku Buwono I mengubah Hutan Bring yang berjarak sekitar 1 kilometer di depan keraton menjadi pusat perekonomian.
Baca: Bangunan & Tata Kota Yogya Belum Cerminkan Keistimewaan
Berbagai aksi pedagang yang tergabung dalam Sanggar Kesenian Pasar Kota ikut memeriahkan kenduri. Seperti tarian, macapat, keroncong, campur sari dan fragmen drama. Penggagas acara kenduri yang juga Ketua Sekretariat Bersama Keistimewaan Yogya Widihasto Wasana Putra menuturkan perayaan lima tahun lahirnya UU Keistimewaan dilakukan sebagai momentum evaluasi dan merefleksikan kembali makna penting UU tersebut.
“Apa Yogya sudah cukup bisa membawa status keistimewaannya itu untuk kesejahteraan rakyat? Bagaimana masyarakat merasakan bedanya? Ini perlu direfleksikan lagi dari peringatan ini,” ujar Widihasto.
Simak: Ontran-ontran Yogya dan Nasib Dana Keistimewaan
Menurutnya momen kenduri juga untuk memperingatkan para pemangku kebijakan, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota tentang tugasnya mengimplementasikan Keistimewaan DIY. “Kami ingin mengingatkan bahwa Keistimewaan Yogya bukan hanya untuk Keraton, Puro Pakualaman atau pemerintah, tapi harus ada program kesejahteraan riil yang bisa dirasakan rakyat,” ujarnya.
Dengan UU Keistimewaan, Yogyakarta menerima anggaran tambahan dari APBN berupa dana keistimewaan yang besarnya tiap tahun bertambah. Pada tahun anggaran 2017 pemerintah pusat menggelontorkan dana keistimewaan sebesar Rp 853,90 miliar. Anggaran itu meningkat Rp 306 miliar dari tahun 2016 yang hanya Rp 547,45 miliar.
Lihat: Sultan HB X Tolak Revisi Perda Keistimewaan
Ketua Forum Lembaga Swadaya Masyarakat Yogyakarta Benny Susanto menuturkan kenduri perayaan Keistimewaan Provinsi Yogyakarta tak lebih kenduri rakyat biasa. “Peringatan UU Keistimewaan itu seharusnya dilakukan dengan laku prihatin, tirakat bukan dengan seremonial " ujarnya.
Benny mempertanyakan isi dan makna kegiatan Kenduri Rakyat Istimewa. Apalagi perayaan itu bertepatan dengan tanggal 9 Dzulhijah atau satu hari menjelang Hari Raya Qurban saat kaum muslimin melakukan puasa sunah 'arofah.
PRIBADI WICAKSONO