TEMPO.CO, Jakarta – Mc. Kansey Global Institute memperkirakan, Indonesia berpotensi menjadi negara dengan perekonomian terbesar ke 7 di dunia di tahun 2030 nanti, asalkan memiliki tenaga kerja terampil (skilled workers) sebanyak 113 juta orang. Dibandingkan dengan data tahun 2015 sebanyak 56 juta orang, diperkirakan selama 15 tahun kedepan perlu penambahan tenaga terampil sebanyak 3,8 juta orang per tahun.
Kenyataan, Indonesia merupakan salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di dunia. Sayangnya, potensi ini belum optimal karena minimnya sumber daya manusia (SDM). Data Badan Pusat Statistik menyebutkan, sebanyak 59,6 persen angkatan kerja hanya berpendidikan SMP ke bawah, 16,78 persen berpendidikan SMA, 11,34 persen berpendidikan SMK, 3 persen berpendidikan Diploma I/II/III dan 9 persen yang berpendidikan D4/S1/S2/S3.
Baca Juga:
“Alhasil, angkatan kerja Indonesia berpendidikan kelas 3 SMP inilah yang menjadi motor penggerak perekonomian Indonesia di tahun 2030,” ungkap Menteri Tenaga Kerja RI H. Hanif Dhakiri dalam acara Seminar Nasional Pemanfaatan Demografi Indonesia di Sektor Kepariwisataan, Kebaharian, dan Ekonomi Kreatif pada 29 Agusutus 2017 di Jakarta.
Kondisi ini diperparah oleh tidak bersesuaian antara jurusan pendidikan Penduduk Yang Bekerja (PYB) dengan lapangan pekerjaan seluruh sektor. Dari 15,27 juta orang PYB lulusan perguruan tinggi, hanya 5,75 juta orang dengan jurusan pendidikan sesuai jabatannya. Adapun PYB sub sektor kebaharian lebih parah lagi, hanya 12,67 persen PYB dengan jurusan pendidikan kebaharian bekerja di sektor pertanian, kehutanan dan perikanan.
Tak ayal, memasuki puncak bonus demografi tahun 2030, kualitas SDM Indonesia masih rendah. Rata-rata lama sekolahdi tahun 2016 hanya 7,95 tahun atau kelas 2 SMP. Adapun proyeksi pertumbuhan per tahun hanya 0,72 persen. Maka proyeksi rata-rata lama sekolah SDM Indonesia baru mencapai 8,78 tahun atau setingkat kelas 3 SMP di tahun 2030.
Baca Juga:
Dibandingkan negara tetangga --dilihat dari angkatan kerja berpendidikan tinggi-- Indonesia jauh tertinggal. Singapura sudah mencapai 50 persen, Philipina 25%, Malaysia 20%, tapi Indonesia hanya 12% pada 2017 dan diprediksi hanya 22% di 2030
Adapun upaya menambah tenaga terampil sebanyak 3,8 juta orang per tahun terbukti tidak mampu mengandalkan jalur pendidikan, termasuk lulusan perguruan tinggi rata-rata 784.000 orang per tahun. Dengan asumsi mereka sudah terampil dan siap kerja, maka masih kekurangan 3,0 juta orang per tahun dipenuhi dari pendidikan dan pelatihan (diklat) kejuruan.
Data BPS Februari 2017 menyebutkan, dalam 3 tahun terakhir tingkat pengangguran terbuka (TPT) berpendidikan terakhir SMK tinggi, jauh di atas TPT Indonesia sebesar 5,33% dan cenderung meningkat. TPT berpendidikan SMK Februari tahun 2014 sebesar 7,21%, lalu Februari tahun 2015 hanya 9,05%, Februari 2016 sebesar 9,84%, dan Februari 2017 hanya 9,27 persen. Sebaliknya, periode yang sama TPT berpendidikan SMA cenderung turun. Jika 2014 sebesar 9,1% dan tahun 2016 menjadi 6,96%, dan naik 7,03% pada 2017.
Pengangguran berpendidikan SMK ini mengindikasikan bahwa lulusan SMK masih banyak yang belum siap kerja, sehingga memerlukan peningkatan kompetensi di Balai Latihan Kerja (BLK) sebelum memperoleh pekerjaan. Sekitar 80% peserta diklat di BLK Kemnaker adalah pengangguran berijazah SMK. bahkan ada pengangguran berpendidikan sarjana.
Hanif optimis, pelatihan kejuruan (vokasional) memiliki peran strategis dalam peningkatan kompetensi angkatan kerja Indonesia dengan menyiapkan program terobosan 3R, yaitu Reorientasi, Revitalisasi, dan Rebranding BL untuk meningkatkan relevansi keluaran BLK sesuai kebutuhan permintaan tenaga kerja dalam dan luar negeri. Terutama bidang kejuruan prioritas, yaitu Teknologi Informasi dan Elektro di BLK BEkasi, Otomotif dan Teknologi manufaktur di BLK Bandung, serta Las dan Listrik di BLK Serang.
“Tentunya, bonus demografi akan menjadi the window of opportunity jika kita peduli dan mampu menyediakan SDM yang berkualitas. Sebaliknya, bonus ini akan menjadi pintu bencana apabila kita kurang perhatian terhadap upaya peningkatan kualitas SDM,” ujarnya.