TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah aktivis peduli lingkungan melakukan bersih-bersih limbah popok bayi yang dibuang di sejumlah sungai di Kota Mojokerto, Jawa Timur. Mereka berasal dari Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah atau Ecological Observation and Wetland Conservation (Ecoton) dan menamakan diri Brigade Evakuasi Popok yang disingkat Brigade Kuapok.
“Aksi ini aksi lanjutan yang sebelumnya pernah kami lakukan di beberapa sungai di Kota Mojokerto termasuk Sungai Brantas,” kata Ketua Brigade Kuapok, Aziz pada Senin, 28 Agustus 2017.
Menurutnya, limbah popok bayi yang banyak dibuang tersebut selain mencemari sungai juga berbahaya bagi ekosistemnya.
“Sebab gel yang terkandung dalam popok bisa larut dan dimakan ikan. Ikannya dimakan manusia dan itu membahayakan,” katanya. Menurutnya, limbah popok bayi tersebut termasuk limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Aksi Brigade Kuapok kali ini dilakukan di jembatan sungai yang melintang di Jalan Tribuana Tunggadewi, Kota Mojokerto. Para aktivis mengenakan pakaian tertutup dan masker agar aman.
Dengan menggunakan alat bantu jaring, mereka menyisir jembatan sungai dan mengambil popok-popok bayi yang menumpuk di pinggir sungai maupun di batu sungai. Sedikitnya terkumpul puluhan popok bayi bekas yang berhasil diambil.
Kemudian aksi dilanjutkan dengan menggelar teatrikal di depan kantor Pemerintah Kota Mojokerto di Jalan Gajah Mada. Selain membawa poster, mereka juga membawa replika ikan rengkik yang banyak hidup di Sungai Brantas.
Mereka juga membawa replika popok bayi buatan yang ditempel di badan ikan rengkik berukuran raksasa. Aksi ini membawa pesan bahaya limbah popok bayi yang dibuang di sungai bagi keberlangsungan hidup ikan dan manusia.
Meski sudah memberitahukan secara resmi pada kepolisian setempat, aksi teatrikal para aktivis ini sempat dilarang oleh pejabat Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Mojokerto.
Kepala DLH Kota Mojokerto Amin Wachid meminta pada para aktivis agar menghentikan aksi teatrikal. Setelah sempat terjadi adu argumen, para aktivis akhirnya menyelesaikan aksi teatrikal dan orasi.
Larangan aksi tersebut diprotes peserta aksi yang juga Manajer Legal Ecoton Rulli Mustika Adya.
“Kami berniat baik menginformasikan kepada masyarakat bahwa sungai dan saluran air di Mojokerto masih bergelimang popok. Namun dengan reaksi emosi kepala dinas yang memprovokasi kami justru menunjukkan bahwa ada masalah dalam pengelolaan lingkungan di Kota Mojokerto,” kata Rulli.
Kepala DLH Kota Mojokerto Amin Wachid mengatakan pihaknya terus melakukan upaya pendidikan kepada masyarakat tentang limbah rumah tangga. Sejumlah program telah dicanangkan diantaranya bank sampah dan pemanfaatan sampah sebagai produk olahan tangan.
“Kami punya satu tempat pengolahan sampah (TPS) dua tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) dan 18 depo sampah yang tersebar di setiap kelurahan,” katanya.
Dia mengklaim Kota Mojokerto mempunyai kader lingkungan yang selalu memberikan pendidikan pada masyarakat agar peka terhadap limbah sampah.
ISHOMUDDIN