TEMPO.CO, Bandung - Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki mengatakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta staf kepresidenan menelisik penggunaan anggaran pendidikan.
"Saya lagi ditugasi, walaupun masih informal, belum jadi policy. Harus melihat kebijakan pendidikan dari segi anggarannya, yang Rp 400 triliun ini mau dipakai apa? Kalau APBN naik, otomatis anggaran pendidikan naik. Belum tentu kemampuan birokrasi pendidikan kita bisa menyerap anggaran dengan berkualitas," kata Teten saat mengisi kuliah umum di Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, Senin, 28 Agustus 2017.
Baca juga: Mendikbud: Daerah Jangan Kurangi Dana Pendidikan 20 Persen
Teten mengatakan kenaikan alokasi anggaran pendidikan sejalan dengan naiknya volume APBN yang dinilai belum menunjukkan perkembangan signifikan di dunia pendidikan. "Pertumbuhan ekonomi dua kali lipat tidak terjadi. Angka kemiskinan dan pengangguran turun, tidak terjadi. Berarti ada yang salah dengan sistem penganggaran kita," kata dia.
Menurut Teten, potret penggunaan anggaran pendidikan belum tentu tepat sasaran. "Anggaran pendidikan kita itu 20 persen dari APBN, sekarang kira-kira Rp 400 triilun setiap tahun. Kalau kita jujur, penggunaan anggaran pengalokasiannya belum tentu tepat. Kita mau lihat dulu ini, karena kuncinya ada di pendidikan untuk bisa mencapai visi 2045,” kata dia.
Teten mengatakan, Presiden Jokowi tengah menyiapkan konsep visi 2045. “Kira-kira adalah 28 tahun dari sekarang, banyak ahli, termasuk Bank Dunia memprediksi ketika 2045 Indonesia berusia satu abad, kita akan menjadi negara keempat terbesar di dunia setelah Cina, Amerika, dan India,” kata dia.
Teten melanjutkan pendidikan menjadi cara untuk mencapai visi tersebut. “Presiden berpikir, negara harus memberikan skill of life bagi masyarakat Indonesia, memberikan keterampilan supaya bisa hidup sejahtera dan makmur. Bukan hanya bekerja di pasar tenaga kerja dalam negeri, tapi juga sanggup di pasar tenaga kerja dunia. Karena itu beliau minta pendidikan vokasional itu diperhatikan oleh para ahli pendidikan,” kata dia.
Simak pula: Menristekdikti Minta Uang Kuliah Tidak Naik Tahun Ini
Teten mengatakan, situasinya yang terjadi kini sebaliknya. “Mayoritas lulusan SMK malah mengisi diklat-diklat. Jadi ada yang salah kaprah dalam pengelolaan SMK. Kita punya 31 ribu SMK,” kata dia.
Staf Kepresidenan dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saat ini sedang membuat pilot project pendidikan vokasional yang meniru praktik di Jerman dan Belanda. “Kantor saya dengan Kemendikbud dengan pmerintah Belanda bikin pilot project SMK pertanian di Subang dan Jember,” kata Teten.
Menurut Teten, kurikulum pendidikan kejuruan di Jerman misalnya, dirancang mengikuti kebutuhan industri. “Mereka ada prediksi, melakukan assesment kebutuhan lapangan kerja di dunia, per sektor. Lalu dirumuskan kompetensinya, kemudian itulah yang menjadi kurikulum di SMK sampai D4. Beberapa manajer perusahana pabrik itu di sana lulusan D4, D3. Kalau program doktor mencetak ilmuan, peneliti, inovator-inovator baru, bukan pekerjaan yang teknis. Ini yang harus dibenahi,” kata dia.
Teten mengatakan, Menteri Keuangan juga tengah menyiapkan skema anggaran pendidikan. “Kalau ada, setiap penambahan (anggaran pendidikan), kita masukkan menjadi dana abadi pendidikan. Jadi tidak dihabiskan, diboroskan, tapi dikelola dalam bentuk dana abadi pendidikan yang akan diprioritaskan mengirim anak-anak muda terbaik masuk di perguruan tinggi kelaus dunia,” kata dia.
AHMAD FIKRI