TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham menegaskan dukungan partainya terhadap Joko Widodo dalam Pemilihan Umum 2019. Bahkan, Idrus memperhitungkan dukungan partai berlambang pohon beringin tersebut mampu membawa kemenangan Jokowi sebesar 65 persen pada pemilihan presiden dan wakil presiden 2019.
“Saya katakan bahwa kehadiran Golkar akan menghadirkan kemenangan Jokowi 65 persen siapa pun lawannya,” kata Idrus di sela Workshop Kesatuan Perempuan Partai Golkar, di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu, 26 Agustus 2017.
Ia menegaskan, status Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto sebagai tersangka korupsi e-KTP tak akan mengubah dukungan terhadap Jokowi. Partai Golkar, kata dia, bakal tetap menghormati proses hukum yang menjerat Novanto. “Tidak ada korelasi. Di satu sisi kami menghargai proses hukum. Tapi proses politik, dukungan terhadap Jokowi tetap jalan,” ujarnya.
Baca juga: Demi Menangkan Jokowi di Pilpres 2019, Golkar Disiplinkan Kader
Idrus meyakini kehadiran Golkar dalam koalisi pendukung Jokowi pada 2019 akan memberikan nilai tambah. “Dengan kehadiran Golkar, maka kemenangan Jokowi pada 2019 harus spektakuler,” ujarnya. Menurut Idrus, partainya kini tak lagi mendiskusikan tarik-ulur dukungan terhadap Jokowi, tapi berfokus pada langkah-langkah pemenangan.
Ucapan Idrus menegaskan Partai Golkar tidak akan mengubah keputusan rapat pimpinan nasional (rapimnas) yang mencalonkan Jokowi sebagai presiden pada Pemilu 2019. Fraksi Partai Golkar di Dewan Perwakilan Rakyat diharapkan untuk memberikan dukungan kepada kebijakan pemerintah yang ada, termasuk sejumlah perpu, seperti misalnya perpu tentang ormas.
Baca juga: Setya Novanto Tersangka, Golkar Tetap Usung Jokowi Pilpres 2019
Penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap Setya Novanto sempat dikhawatirkan menurunkan elektabilitas Jokowi. Idrus tak khawatir. “Saya enggak mau bicara seandainya. Kita menghargai proses yang ada saja,” katanya. KPK menduga Novanto menguntungkan diri sendiri dan orang lain atau korporasi pada pengadaan e-KTP. Akibat Kasus ini, negara dirugikan Rp 2,1 triliun.
ARKHELAUS WISNU