TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan suap terhadap Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dua tersangka itu adalah Akhmad Zaini selaku kuasa hukum PT ADI dan Tarmizi selaku Panitera Pengganti PN Jakarta Selatan. Kedua tersangka ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT), Senin, 21 Agustus 2017.
"Ini untuk kesekian kalinya, saya menyampaikan dalam konperensi pers,” kata Ketua KPK, Agus Rahardjo, saat memulai konferensi pers di Gedung KPK yang juga dihadiri oleh tiga perwakilan dari Mahkamah Agung, yaitu Ketua Muda Bidang Pengawasan Sunarto, juru bicara Suhadi dan Kepala Biro Hukum dan Humas Abdullah.
Baca juga: OTT PN Jakarta Selatan, Humas: Tidak Ada Pendampingan Hukum
Pada Senin, 21 Agustus 2017, KPK mengamankan lima orang yang diduga terlibat dalam kasus dugaan suap ini lewat operasi tangkap tangan (OTT), yaitu Akhmad, Tarmizi, Teddy Junaedi (TJ) selaku pegawai honorer PN Jakarta Selatan, Fajar Gora (FJG) selaku kuasa hukum PT ADI lainnya dan Solihan (S) selaku supir rental yang disewa Akhmad. Jumlah uang suap menurut KPK adalah Rp425 juta.
Kasus ini diduga terkait putusan perkara perdata antara PT Aquamarine Divindo Inspection (PT ADI) dan Eastern Jason Fabrication Service, Pte., Ltd (EJFS, Pte, Ltd).
Pemantauan terhadap Akhmad dimulai ketika ia mendarat di bandara Soekarno Hatta dari Surabaya. Seusai bertemu Tarmizi di PN Jakarta Selatan, Akhmad menerima cek yang tidak dicairkan Tarmizi senilai Rp 250 juta. Kemudian, Akhmad mencairkan cek tersebut beserta cek lainnya senilai Rp 100 juta dan memindahkannya ke rekening BCA pribadinya di Bank BNI Ampera.
Di hari yang sama, ia mentransfer Rp 300 juta ke rekening Teddy dengan keterangan "pelunasan pembelian tanah". Seluruh bukti transfer sudah disita KPK, termasuk bukti pemindahan dana antarrekening BCA milik Akhmad ke Teddy dan buku tabungan milik Teddy, pihak yang terduga sebagai penampung dana.
Transfer dana juga dilakukan pada 22 Juni 2017 (dari rekening Akhmad ke Teddy senilai Rp 25 juta sebagai dana operasional) dan 16 Agustus 2017 (dari rekening Akhmad kepada Teddy senilai Rp 100 juta dengan keterangan ‘DP Pembayaran Tanah’).
Suap diduga digelontorkan Akhmad selaku kuasa hukum PT ADI agar gugatan perkara perdata wanprestasi EJFS terhadap PT ADI ditolak dan agar PN Jakarta Selatan dapat menerima gugatan rekonvensi PT ADI. Gugatan didaftarkan di PN Jakarta Selatan pada 4 Oktober 2016. PT ADI digugat tidak menyelesaikan pekerjaan sesuai waktu, sehingga EJFS menuntut ganti rugi USD 7,6 juta dan SGD 131.000.
Menurut KPK, Akhmad dan Tarmizi sepakat bahwa uang senilai Rp 400 juta adalah harga yang tepat untuk menolak gugatan tersebut.
Jika dugaan keterlibatannya sebagai pemberi suap terbukti, Akhmad dapat dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b, atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
Adapun Tarmizi, selaku terduga penerima suap, dapat disangkakan dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b, atau Pasal 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara.
Pengadilan Jakarta Selatan tidak akan memberikan pendampingan hukum bagi tersangka OTT oleh KPK ini.
STANLEY WIDIANTO