TEMPO.CO, Kupang - Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur memperketat pengawasan terhadap pendatang baru. Langkah ini diambil sebagai upaya menangkap masuknya kelompok-kelompok yang membawa paham radikalisme ke NTT.
"Saya perintahkan seluruh kapolres untuk mendata rumah kos, rumah kontrakan, siapa saja mereka dan apa profesinya. Karena berdasarkan pengalaman, banyak pelaku tinggal di rumah kos-kosan," ujar Kapolda NTT Inspektur Jenderal Agung Sabar Santoso, saat ditemui di kantornya, Senin, 21 Agustus 2017.
Baca: Kapolri Tito Karnavian: Radikalisme Tumbuh dari Taklim Tertentu
Data yang masuk, kata Agung, akan terus diperbaharui tiap pekannya. Mulai Kartu Tanda Penduduk hingga foto diri pendatang akan terus diawasi.
Menurut Agung, lalu-lintas pendatang masuk dan keluar NTT cukup tinggi karena lokasinya di perbatasan Indonesia. Hal itu, kata dia, membuat NTT rawan terhadap masuknya paham radikal.
"Potensi radikalisme pasti ada. Kami ada beberapa tempat yang dianggap rawan, seperti di Manggarai Barat, Labuan Bajo karena berbatasan dengan NTB," kata Agung. Beberapa lokasi lain seperti Ende dan Alor juga ikut mendapat perhatian khusus. Selain itu, pengawasan di pelabuhan dan bandara di NTT juga akan diperketat.
Aksi kontra radikalisme diharapkan berlaku juga tataran masyarakat. Untuk itu, Agung juga mengandalkan tokoh agama, tokoh masyarakat, pemerintah daerah setempat, hingga TNI untuk menanamkan kecintaan pada NKRI. "Agar kami bisa tahu siapa yang datang ke rumah ibadah. Apalagi sampai mereka melakukan kegiatan yang mengarah ke intoleransi
dan semacamnya," kata dia.
Meski potensi masuknya radikalisme cukup besar, Agung mengatakan saat ini pihaknya belum menemukan adanya gerakan penyebaran paham tersebut di NTT.
EGI ADYATAMA