TEMPO.CO, Jakarta - Perempuan bernama lengkap Elizabeth Christina Parameswari atau Lizzie Parra ini merupakan makeup artist, beauty blogger Indonesia, dan memiliki produk kosmetik sendiri. Beragam artikel seputar makeup dengan mudah ditemui di blog pribadi dan kanal YouTube miliknya. Dia pun tetap mengulas berbagai produk kecantikan, meski memiliki merek kosmetik. Tiga predikat yang disandang sejak usia muda itu menjadi inspirasi bagi masyarakat sehingga Tempo memilihnya sebagai salah satu tokoh dalam Edisi Khusus 17 Agustus ini.
Kecintaan Lizzie Parra terhadap terhadap makeup bermula dari insting menggambar. Dimulai dari lipstik, perempuan 30 tahun ini mulai paham bagaimana cara ‘menggambar’ wajah seseorang. Hingga kini dia memiliki bisnis sendiri yang mengusung merek By Lizzie Parra atau BLP. Baca: Tokoh 17 Agustus: Semangat Berbagi Rafi Ridwan
Kepada Tempo di kantornya di kawasan Tanah Kusir, Jakarta Selatan, pada Selasa, 8 Agustus 2017, Lizzie Parra menceritakan bagaimana dia jatuh bagun membangun karier dan memantapkan diri di dunia kecantikan. Berikut petikan perbincangan yang kerap diselingi tawa Lizzie Parra.
Bagaimana Anda menjelaskan passion menggambar wajah dengan makeup yang jelas berbeda dengan menggambar biasa?
Ketika merias orang lain, yang jalan adalah insting saya. Kemampuan sebagai makeup artist saya dapatkan secara otodidak. Jadi kalau ditanya bagaimana membentuk alis yang bagus, jawabannya, “ya begitu.”
Untuk makeup, saya pertama kali pegang lipstik saat Taman Kanak-kanak, mereknya Lancome yang warnanya hitam dan ada logo bunga mawar. Itupun karena mama saya (Patricia Pudjiwati) terbiasa merias. Waktu itu banyak orang yang datang ke rumah dan meminta mama merias wajah mereka.
Apa yang terjadi setelah Anda keluar dari sebuah perusahaan kecantikan multinasional untuk mengejar ambisi menjadi makeup artist?
Saya orang yang strategical. Jadi saya sudah punya bayangan bagaimana kalau menjadi makeup artist. Langkah pertama adalah membuat portofolio dan menggunakan jejaring pertemanan yang sudah saya punya selama bekerja di perusahaan kecantikan itu. Saya memilih menjadi makeup artist fotografi dan menjaga hubungan dengan stylist, photografer, hair stylish, beauty editor, fashion editor, dan lainnya.
Untuk menjadi makeup artist, maka saya harus punya modal. Waktu itu, sekitar April 2011, saya membeli seperangkat peralatan makeup sampai Rp 20 juta. Tabungan dan pesangon saya habis untuk belanja. Saya pertama kali bekerja profesional sebagai makeup artist untuk pemotretan di majalah. Dari situ, mereka puas dengan hasil kerja saya dan berdasarkan referensi dari mulut ke mulut, saya mulai banyak job. Ketika pertama menjadi makeup artist, saya mematok harga mulai Rp 500 ribu sudah termasuk hair stylist. Jadi saya terima bersih hanya Rp 200 ribu.
Bagaimana tanggapan keluarga saat tahu kamu keluar dari pekerjaan yang sudah nyaman?
Awalnya mereka gundah. Biasalah, orang tua yang melihat anaknya sudah bagus kariernya, nyaman, lho kok keluar. Memang tiga bulan pertama setelah keluar itu butuh perjuangan. Baca juga: Tokoh 17 Agustus, Shinatria: Arkeolog Itu Penambal Sejarah
Tapi saya menunjukkan keseriusan di bidang ini: bahwa makeup artist itu dibayar. Mama melihat kalau saya sungguh-sungguh dan akhirnya keluarga mendukung. Ini kan hidup saya, apapun keputusannya, saya yang paling bertanggung jawab.
Selanjutnya: Memontum punya merek kosmetik sendiri, BLP