TEMPO.CO, Maluku Tengah - Shinatria Adhityatama terpilih menjadi salah satu tokoh Edisi Khusus Generasi Inspiratif 17 Agustus Tempo.co. Dia adalah arkeolog muda dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) yang menjadi salah satu pelopor di bidang arkeologi maritim.
Ketika anak muda seangkatannya memilih bergerak di sektor populer seperti perminyakan, perbankan, atau teknologi informasi, pria 29 tahun yang biasa disapa Adit ini lebih tertarik dengan bidang arkeologi maritim. Jalan pedang itu mengantarnya ikut berperan mengungkap sejumlah situs arkeologi maritim yang baru.
Sebut saja kapal selam Nazi di Laut Jawa, HMAS Perth, dan kapal dagang VOC, Fortuyn. Namun, namanya melejit di kalangan arkeolog maritim internasional setelah menjadi bagian tim yang menemukan kapal selam Nazi di Laut Jawa pada 2014.
"Saya senang berpetualang dan menyelam. Bidang arkeologi bisa mengakomodirnya," kata dia kepada Tempo, Ahad, 6 Agustus 2017, di Desa Hitu Messing, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah.
Baca: Tokoh 17 Agustus: Semangat Berbagi Rafi Ridwan
Adhityatama saat melakukan eksplorasi kapal selam Nazi Jerman. (Istimewa)
Pagi itu, Adit sedang melakukan survei pola jaringan pelayaran rempah di Maluku pra-Eropa. Pria lulusan Departemen Arkeologi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, ini menjadi salah satu dari enam anggota tim yang dipimpin arkeolog senior di Puslit Arkenas, Bambang Budi Utomo.
Di tim itu ia menjadi anggota termuda, karena yang lainnya kebanyakan di atas kepala empat. "Makannya saya sengaja memelihara kumis dan berewok biar nampak seumuran dengan para senior," kata pria kelahiran 9 Desember 1987 itu sambil bercanda.
Anak bontot dari dua bersaudara ini mengaku beruntung lahir dari keluarga demokratis. Orang tuanya mendukung sepenuhnya ketika ia memutuskan mengambil kuliah arkeologi setelah lulus dari Sekolah Menengah Atas Terpadu Krida Nusantara, Bandung.
Sejak kecil Adit menyukai sejarah dan kebudayaan. Ayahnya, Prijo Mustiko, yang pensiunan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan di Daerah Istimewa Yogyakarta, kerap mengajaknya menyaksikan pertunjukan kebudayaan. Ibunya, Dian Siswantari, mantan pegawai Asian Development Bank, juga seorang yang sangat peduli kebudayaan. Sejak kecil pula ia gemar menonton film dengan latar belakang sejarah dan perang.
Baca: Tokoh 17 Agustus: Kisah Rafi Ridwan Bertemu Tyra Banks
Shinatria Adhityatama saat eksplorasi di Hitu, Maluku Tengah. (TEMPO/Rere Khairiyah)
Adapun olahraga menyelam ia geluti sejak duduk di bangku SMA, saat berkunjung ke Bali pada 2005. Setahun kemudian, saat mulai kuliah di jurusan Arkeologi UGM, dia mengambil sertifikat menyelam dan bergabung dengan Komunitas Pecinta Arkeologi Alam Bawah Air (KAPAK) UGM. "Ada sensasi tersendiri saat di bawah air sambil meneliti artefak budaya bawah laut," kata dia.
Dia mendapatkan dua sertifikat scuba divers dari Confederation Mondiale des Activites Subaquatiques (CMAS). Pertama, dua bintang (advance) scuba divers atas jam selamnya yang sudah 400 kali. Kedua, sertifikat selam khusus deep dive dan navigasi. CMAS (dalam bahasa Indonesia disebut Federasi Bawah Laut Internasional) membawahi aktivitas bawah laut, seperti olahraga selam dan penelitian.
Selanjutnya: Hikmah Mendalami bidang arkeologi maritim