TEMPO.CO, Jakarta - Mantan hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar menyebut banyak fiksi dalam persidangan kasus suap uji materi (judicial review) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang mendudukkannya sebagai terdakwa.
"Saya sudah mengungkapkan di persidangan seluruh fakta-fakta. Dengan tidak mengurangi rasa hormat saya kepada JPU, banyak hal yang saya lihat itu adalah fiksi," ujar Patrialis usai sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 14 Agustus 2017.
Baca juga: Patrialis Akbar Dituntut 12,5 Tahun Penjara
Patrialis tak merinci apa saja fiksi yang ia maksud. Poin-poin tersebut, menurutnya, akan disusun dan dibacakan dalam nota pembelaan persidangan pekan depan. "Sekali lagi saya tetap menghormati karena tugas jaksa penuntut umum adalah menuntut orang. Tugas saya sebagai terdakwa adalah mengungkapkan fakta, tidak sekedar membela diri," katanya.
Patrialis dituntut 12 tahun 6 bulan penjara beserta denda Rp 500 juta dengan subsider kurungan 6 bulan. Tuntutan disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) Lie Putra Setiawan. Mantan hakim MK ini dituntut dalam tindakanya menerima suap dari pengusaha Basuki Hariman dan Ng Feny untuk meloloskan uji materi UU Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Patrialis juga diharuskan mengembalikan uang senilai US$ 10 ribu dan Rp 4,043 juta dalam jangka satu bulan setelah putusan. Jika hal tersebut tidak dipenuhi, harta miliknya akan dilelang untuk menutupi kerugian negara. Apabila masih belum mencukupi, ia terancam tambahan penjara selama satu tahun.
Jaksa penuntut umum dalam proses persidangan mengatakan bahwa Patrialis Akbar menerima hadiah dan janji dari Hariman dan Ng Fenny, serta menyarankan kedua pengusaha tersebut mendekati dua hakim lain, yaitu Arif Hidayat dan Suhartoyo, yang kala itu belum memberikan pendapat menanggapi uji materi terkait.
BUDIARTI UTAMI PUTRI