TEMPO.CO, Jakarta - Anak muda itu bernama Gusti Raden Mas Dorodjatun. Sejak belia ia aktif dalam organisasi kepanduan, saat ini disebut Pramuka, di sekolah Belanda yang diikutinya. Lelaki kelahiran Yogyakarta12 April 1912 itu memulai pendidikan dari HIS di Yogyakarta, MULO di Semarang, dan AMS di Bandung. Pada tahun 1930-an ia berkuliah di Rijkuniversiteit (sekarang Universiteit Leiden), Belanda. Di setiap jenjang itu ia mengikuti kegiatan kepanduan.
Gusti Raden Mas Dorodjatun, pada 8 Maret 1940 dilantik menjadi Sultan Yogyakarta bergelar, "Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengkubuwana Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sanga ing Ngayogyakarta Hadiningrat". Sri Sultan Hamengku Buwono IX kemudian ia dikenal.
Baca juga:
GKR Mangkubumi Dilantik Sebagai Ketua Pramuka Yogyakarta
Di masa perjuangan, Sultan Hamengku Buwana IX tak melupakan nilai-nilai kepanduan yang sejak muda ia ikuti dengan senang hati. Hingga setelah kemerdekaan, menjelang 1960 Hamengku Buwana IX telah menjadi Pandu Agung (Pemimpin Kepanduan).
Setahun kemudian, Sultan Hamengkubuwono IX berupaya menyatukan berbagai organisasi kepanduan yang ada di Indonesia. Presiden Sukarno, berulang kali berkonsutasi dengan Sri Sultan tentang penyatuan organisasi kepanduan, pendirian Gerakan Pramuka, dan pengembangannya.
Baca pula:
Megawati Usul Kata Pramuka Jadi Praja Muda Karana
Pada 9 Maret 1961, Presiden Sukarno membentuk Panitia Pembentukan Gerakan Pramuka dan Sultan Hamengkubuwono IX menjadi salah satu anggotanya. Panitia inilah yang kemudian mengolah Anggaran Dasar Gerakan Pramuka dan terbitnya Keputusan Presiden RI Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961.
Pada 14 Agustus 1961, yang kemudian dikenal sebagai Hari Pramuka, selain dilakukan penganugerahan Panji Kepramukaan dan defile, juga dilakukan pelantikan Mapinas (Majelis Pimpinan Nasional), Kwarnas dan Kwarnari Gerakan Pramuka. Sri Sultan Hamengkubuwana IX menjabat sebagai Ketua Kwarnas sekaligus Wakil Ketua I Mapinas (Ketua Mapinas adalah Presiden RI).
Sri Sultan bahkan menjabat sebagai Ketua Kwarnas (Kwartir Nasional) Gerakan Pramuka hingga empat periode berturut-turut, yakni pada masa bakti 1961-1963, 1963-1967, 1967-1970 dan 1970-1974. Sehingga selain menjadi Ketua Kwarnas yang pertama kali, Hamengku Buwana IX pun menjadi Ketua Kwarnas terlama kedua, yang menjabat selama 13 tahun (4 periode) setelah Letjen. Mashudi yang menjabat sebagai Ketua Kwarnas selama 15 tahun (3 periode).
Keberhasilan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dalam membangun Gerakan Pramuka dalam masa peralihan dari “kepanduan” ke “kepramukaan”, mendapat pujian bukan saja dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri. Dia bahkan akhirnya mendapatkan Bronze Wolf Award dari World Organization of the Scout Movement (WOSM) pada tahun 1973. Bronze Wolf Award merupakan penghargaan tertinggi dan satu-satunya dari World Organization of the Scout Movement (WOSM) kepada orang-orang yang berjasa besar dalam pengembangan kepramukaan.
Atas jasa tersebutlah, Musyawarah Nasional (Munas) Gerakan Pramuka pada 1988 yang berlangsung di Dili (Ibu kota Provinsi Timor Timur, sekarang negara Timor Leste), mengukuhkan Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Bapak Pramuka Indonesia. Pengangkatan ini tertuang dalam Surat Keputusan nomor 10/MUNAS/88 tentang Bapak Pramuka.
S. DIAN ANDRYANTO I BERBAGAI SUMBER