TEMPO.CO, Yogyakarta - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta mendorong petani pesisir pantai selatan menghidupkan kembali usaha produksi garam yang mati suri. Alasannya, usaha itu memiliki prospek yang menguntungkan.
"Garam pantai selatan selama ini diminati pelaku usaha budi daya ikan kerapu. Karena produksinya masih sedikit, pasokannya tak mencukupi," ujar Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Daerah Istimewa Yogyakarta Sigit Sapto Raharjo, Kamis, 10 Agustus 2017.
Baca: Kalla Sebut Cari Lahan untuk Garam Bukan Perkara Mudah
Saat ini, usaha produksi garam pantai selatan Yogyakarta mati suri. Jumlah petani garam semakin menyusut karena berbagai faktor, seperti lahan, cuaca, dan pasar.
Pemerintah DIY pun berencana mempertemukan petani garam di pantai selatan Yogyakarta dengan para pelaku budi daya ikan kerapu di Sleman, yang membutuhkan garam sebagai campuran air di kolam buatan. Dengan begitu, menurut Sigit, mereka tak perlu mengambil air laut secara langsung.
Sigit menuturkan, selama ini, produksi garam dengan kualitas baik di DIY ada di Pantai Sepanjang, Gunungkidul. Sebelumnya, menurut dia, ada petani yang memproduksi garam di Pantai Parangtritis, tapi akhirnya tidak ada lagi karena kalah pamor dengan peluang usaha bidang pariwisata.
"Nantinya, pelaku budi daya ikan kerapu ini bisa ikut membina langsung petani garam saat produksi sehingga sesuai dengan kebutuhan," ujarnya.
Baca juga: Petani Usulkan Harga Pokok Pembelian Garam Rp 1000 per Kilo
Untuk mendorong produksi garam lebih besar, pemerintah DIY pun membidik perluasan budi daya ikan kerapu di pantai selatan. Sigit menuturkan potensi garam di Pantai Sepanjang sangat menjanjikan. Ia mencontohkan, terpal ukuran 4 x 6 meter yang digunakan untuk menampung garam bisa menghasilkan 16 kilogram garam per hari jika cuaca cerah. "Per bulan bisa menguntungkan Rp 1,2 juta," ucapnya.
Saat ini, pemerintah DIY juga melakukan survei di beberapa titik pantai selatan, selain di Pantai Sepanjang, yang cocok untuk produksi garam. Survei itu sudah dilakukan di Pantai Samas, Nguyahan, Trisik, dan Bukil.
Kepala Bidang Perikanan Dinas Perikanan dan Kelautan DIY Suwarman mengatakan budi daya ikan kerapu di Kabupaten Sleman, tepatnya di Kaliurang, telah berkembang baik dan menjanjikan pasar yang stabil. Pasar ikan kerapu itu diminati mulai kalangan restoran hingga hotel bintang lima, baik dari dalam maupun luar Yogyakarta. "Permintaan garam untuk budi daya kerapu ini banyak karena pasarnya juga luas," tuturnya.
Suwarman mencontohkan, setiap petak lahan budi daya mampu menghasilkan 1,4 ton ikan kerapu setiap kali masa panen, yang siklusnya tujuh bulan. Padahal harga ikan kerapu di pasar Rp 180 ribu per kilogram. Dengan melihat potensi pasar tersebut, pemerintah DIY menilai penting untuk menghidupkan produksi garam di wilayahnya sehingga perlu ada kerja sama petani dan budi daya ikan kerapu.
PRIBADI WICAKSONO