TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Direktur Pemasaran PT Anak Negeri Mindo Rosalina mengatakan Muhammad Nazaruddin, pemilik Permai Group telah "membeli" anggaran di DPR. Pembelian anggaran itu berkaitan dengan proyek alat kesehatan di Universitas Udayana, Bali, tahun anggaran 2009-2010. Menurut Rosa, Nazarudin selaku mantan Bendahara Umum Demokrat telah membayar sebesar 7 persen dari total nilai anggaran untuk menebus persetujuan dana proyek.
"Di sana (DPR) kalau mau nurunin anggaran kami harus setor dulu 7 persen, itu kata Pak Nazar," kata Rosa saat bersaksi dalam sidang korupsi alkes Udayana dengan terdakwa mantan Direktur Utama PT DGI Dudung Purwadi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu, 9 Agustus 2017.
PT DGI yang kini bernama PT Nusa Konstruksi Enjineering (NKE), pada saat itu ditetapkan sebagai pemenang tender pengadaan alat kesehatan Universitas Udayana yang bernilai sekitar Rp 40 miliar.
Karena telah mengucurkan dana 7 persen untuk DPR, Nazarudin meminta PT DGI membayar kepadanya sebesar 15 persen dari nilai proyek. "Karena Permai sudah talangi duluan 7 persen untuk beli anggaran, jadi DGI harus serahkan ke Permai 15 persen. Sebelumnya sudah ada pertemuan antar bos-bos," kata Rosa.
Menurut Rosa, awalnya Nazarudin meminta fee 19 persen. Namun setelah anggaran cair, ia sepakat untuk menerima 15 persen. "Terakhir karena mereka (DGI) banyak pengeluaran jadinya 15 persen," katanya.
Selain untuk alkes Udayana, Nazarudin juga meminta PT DGI membayar 15 persen untuk pencairan anggaran proyek Wisma Atlet yang bernilai sekitar Rp 190 miliar.
Mantan pegawai Permai Group Yulianis membenarkan adanya setoran uang dari PT DGI ke Permai Group. Namun, hingga saat ini, setoran itu belum lunas lantaran pada 2011 KPK sudah menangkap Rosa karena kasus Wisma Atlet.
"Ada pembayaran fee dari DGI ke Permai Group. Memang belum lunas 100 persen, sampai Juli 2011 belum ada pelunasan DGI," kata Yulianis saat bersaksi pada sidang yang sama dengan Rosa.
Yulianis yang bertugas mencatat seluruh pengeluaran Permai Group, mengatakan ia memasukkan kekurangan pembayaran dari DGI sebagai utang. Ia pun memisahkan uang fee itu dari catatan keuangan Permai Group.
Menurut Yulianis, fee dari DGI itu untuk urusan pribadi Nazarudin. Karena itu, apabila meminjam uang tersebut untuk kebutuhan kantor, harus dikembalikan. "Saya pribadi anggapnya fee itu urusan pribadi Pak Nazar. Pengeluarannya itu otoritas Pak Nazar," ujar dia.
Pada perkara ini, Dudung didakwa bersama-sama Nazaruddin dan Made Megawa telah bersepakat untuk memenangkan PT DGI sebagai pelaksana atau rekanan proyek pembangunan RS Universitas Udayana. Perbuatan Dudung diduga memperkaya PT DGI sebesar Rp 6,780 miliar pada tahun 2009 dan sebesar Rp 17,9 miliar untuk tahun 2010.
Selain itu, Dudung juga didakwa telah memperkaya Nazaruddin dan korporasi yang dikendalikannya, yakni PT Anak Negeri, PT Anugrah Nusantara dan Group Permai sejumlah Rp 10,2 miliar.
MAYA AYU PUSPITASARI