TEMPO.CO, Pemalang - Beberapa bulan terakhir ini warga di lereng Gunung Slamet resah dengan serangan kera liar. Tidak hanya merusak tanaman di lahan milik warga setempat, kawanan primata tersebut juga kerap bergerilya di rumah-rumah penduduk hingga masuk ke dapur.
“Akhir-akhir ini kera semakin banyak. Jadi sampai masuk ke rumah-rumah warga, ke dapur. Merusak tanaman juga,” kata Kepala Desa Walangsanga, Kecamatan Moga, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, Roto, kepada Tempo, Rabu, 9 Agustus 2017.
Menurut Roto, serangan monyet itu sebenarnya terjadi sudah lama. Warga desa yang terletak di lereng Gunung Slamet itu mulai terbiasa dengan kedatangan kawanan monyet. Kendati begitu, penduduk tetap saja kerepotan menghadapi primata itu. Terlebih, dalam beberapa pekan terakhir ini, serangan monyet semakin mengganas.
Roto mengatakan, jumlah kawanan kera yang datang ke permukiman penduduk tidak hanya puluhan, tapi ratusan. Mereka biasanya datang pada sore hari, dan berkoloni dengan dipimpin oleh satu kera berukuran besar. Belum diketahui pasti penyebab kenapa kera-kera terebut turun gunung keluar dari habitat aslinya. “Kami juga kurang tahu, apa mungkin karena di sana (habitat) tidak ada makanan,” katanya.
Sejauh ini, lanjut Roto, pihak desa dan warga setempat belum bisa berbuat banyak. Bahkan, tidak sedikit yang tidak berani bercocok tanam lantaran khawatir tanamannya dirusak oleh kawanan monyet. “Selain monyet, babi hutan juga sering merusak tanaman warga. Terutama tanaman umbi-umbian,” ujar dia.
Selain di Kecamatan Moga, wilayah lereng Gunung Slamet lainnya yang diserang kawanan kera adalah Desa Gambuhan dan Gunungsari Kecamatan Pulosari. Di dua desa itu, lahan pertaian juga diserang kawanan monyet.
Biasanya, binatang primata tersebut menyerang tanaman singkong, jagung, pisang, dan tanaman lainnya. “Kami sering kebingungan karena diserang hama kera dan babi hutan,” ujar Heri, petani setempat.
Kepala Desa Gunungsari, Teteg Winantea, mengungkapkan tidak hanya kera yang merusak tanaman warga, tetapi juga babi hutan. Para petani di desa setempat resah dengan serangan hama yang biasa disebut celeng itu. “Kera dan babi hutan itu merusak tanaman umbi-umbian,” kata dia.
MUHAMMAD IRSYAM FAIZ