TEMPO.CO, Palembang - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memburu korporasi perkebunan yang dianggap nakal dan menyebabkan kebakaran hutan dan lahan di sejumlah daerah Indonesia. Kebijakan ini sesuai dengan kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang akan memberikan sanksi tegas kepada perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman Insdustri (IUPHHK-HTI) yang tidak memenuhi regulasi tata kelola gambut.
Wakil Ketua KPK, Laode M Syarief mengatakan KPK akan menyoroti pengelolaan sumber daya alam yang tumbang tindih.
Baca juga:
Eksploitasi Kawasan Hutan, 33 Perusahaan Sawit Dilaporkan ke KPK
“Baik tumpang tindih perizinan maupun izin dengan status non clean and clear,” ujarnya ketika ditemui Tempo seusai mengisi Kuliah Umum di Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang, Selasa 8 Agustus 2017.
Laode juga menjelaskan, KPK saat ini sedang melakukan pelatihan bersama dengan KLHK, Polisi, Kejaksaan dan instansi terkait untuk menindaklanjuti cara memburu korporasi perkebunan yang nakal dan menyebabkan kebakaran hutan dan lahan tersebut. "Kami tegaskan, korporasi adalah buruan kami,” katanya.
Baca pula:
KPK: Pengelolaan Komoditas Kelapa Sawit Rawan Korupsi
Dilain tempat, Direktur Lingkungan Hidup Indonesia wilayah Sumatera Selatan, Hadi Jatmiko, mengatakan kepada Tempo bahwa KPK selain memburu korporasi perkebunan nakal, juga harus mengawasi penegak hukum maupun pengadilan yang sedang memproses korporasi tersebut. “Karena ada potensi suap dari korporasi,” ujar Laode.
Hadi Jatmiko menjelaskan, tahun 2015 Walhi mendapati 41 perusahaan perkebunan dan 16 perusahaan HPH/HTI yang didalamnya terjadi kebakaran. “Namun sampai saat ini tidak satupun yang dibawa ke pidana oleh aparat,” lanjutnya.
Hadi Jatmiko juga mencontohkan salah satu perusahaan besar yang tidak berani ditindak pemerintah, salah satunya PT Bumi Mekar Hijau di Kabupaten Ogan Komering Ilir anak perusahaan perkebunan kayu Asia Pulp and Paper yang telah merugikan negara saat kebakaran besar tahun 2015 hingga Rp 7,9 miliar.
“Penyebab pejabat dan penegak hukum tidak berani menjerat korporasi karena merekalah yang memberikan izin di lahan gambut, bila didalami permasalahannya bisa menjerat mereka sendiri” katan Hadi.
Atas hal tersebut, Hadi meminta presiden supaya kasus lingkungan di Indonesia ditetapkan sebagai kejahatan luar biasa. “Pengusutan kasus lingkungan jangan setengah hati,” ujarnya. Itu sebabnya KPK turun tangan.
AHMAD SUPARDI