TEMPO.CO, Lumajang - Puluhan ribu pelajar tingkat sekolah dasar, madrasah ibtidaiyah, sekolah menengah pertama dan madrasah tsanawiyah berunjuk rasa menolak penerapan Full Day School di Gedung DPRD Lumajang, Senin, 7 Agustus 2017. Mereka tidak masuk sekolah untuk ikut unjuk rasa.
Para pelajat itu diangkut puluhan truk menuju gedung DPRD Lumajang. Mereka membawa spanduk berisi penolakan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Sekolah Lima Hari. Selain pelajar, unjuk rasa juga diikuti oleh pengelola Madrasah Diniyah se-Kabupaten Lumajang melalui wadah Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT).
Baca: Tolak Full Day School, PMII Banyumas Gelar Aksi Teater
Aksi damai itu diisi dengan istighosah kebangsaan serta seruan penyelamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pancasila. Fathur, pelajar Kelas V Sekolah Dasar Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro mengaku telah mendapatkan izin untuk mengikuti aksi tersebut. "Ibu saya yang memintakan izin ke sekolah," kata Fathur.
Hal senada juga dikatakan Dullah, pelajar Madrasah Tsnawiyah Raudhatul Mustofa Pasrujambe. "Saya sudah mendapat izin untuk mengikuti aksi ini," kata Dullah.
Simak: Bagi Cak Imin, Full Day School Merusak Tradisi Pesantren
Koordinator Lapangan Aksi Damai, Nawawi, mengatakan sudah menjadi kesepakatan seluruh stakeholder pendidikan untuk walkout dari sekolah. "Bagaimana proses izinnya ke sekolah tadi, kami tidak tahu. Kami mengundang dan ternyata yang datang sebanyak ini," kata Nawawi.
Nawawi mengaku sebenarnya pihaknya tidak menolak Full Day School karena ada sebagian sekolah Islam di Lumajang yang sudah menerapkan sistem pendidikan seperti itu. Yang dia masalahkan adalah sekolah-sekolah yang berada di pelosok desa dan belum siap menerapkan kebijakan pemerintah. "Belum lagi pelajar yang rumahnya agak jauh dari sekolah. Bagaimana kalau pulangnya sore hari," kata dia.
Lihat: Umam Sebut Peraturan Full Day School Sudah Ditolak DPR
Nawawi mempersilakan lembaga-lembaga yang sudah siap untuk melaksanakan Full Day School, tetapi tidak perlu untuk diformalisasi melalui Permendikbud. Nawawi juga mengatakan dari hasil kajian yang dilakukan FKDT, ternyata anak-anak kurang mendapat materi keagamaan yang cukup jika Full Day School diterapkan. Nawawi khawatir jika anak-anak tidak mendapatkan ilmu agama dari orang yang kompeten, maka ajaran-ajaran radikalisasi akan mudah masuk.
DAVID PRIYASIDHARTA