TEMPO.CO, Banyumas - Seorang pria berpakaian jas berwarna hitam lengkap dengan dasi berwarna merah memvisualisasikan diri sebagai Menteri Kebudayaan dan Pendidikan atau Mendikbud sedang menarik siswa, santri, dan guru dengan tali. Mereka berteriak kesakitan dengan ekspresi muka bersedih.
Pria yang berperan sebagai Mendikbud tersebut tertawa lantang sembari membawa kertas map bertuliskan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017. Tak berselang lama, datang pria yang berperan sebagai seorang santri berpakaian baju koko hitam, bersarung, lengkap dengan kopiah. "Saya menolak peraturan itu," katanya sembari meminta paksa kertas map berisi peraturan tersebut.
Baca juga:
Ribuan Anggota Badan Otonom NU Banyumas Menolak Sekolah 5 Hari
Saat perebutan itu, Mendikbud jatuh tersungkur. Tak berselang lama, santri tersebut menyobek peraturan tersebut, kemudian membakarnya. Lalu santri tersebut melepaskan ikatan tali yang dianggapnya membelenggu murid, santri, dan guru.
Aksi ini semakin membakar semangat warga Nahdlatul Ulama kala aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sekaligus pemain Teater Perjuangan, Arda D. Alansyah, membacakan puisi berjudul Peringatan karya Widji Tukul di penghujung. Kemudian aksi dilanjutkan dengan membakar keranda putih bertuliskan Muhadjir Efendi.
Simak:
Perpres Soal Full Day School Segera Terbit
Ketua Pimpinan Cabang PMII Banyumas Sufi Sahlan Ramadhan mengatakan aksi teater dengan menampilkan adegan Mendikbud menarik murid, santri, dan guru merupakan bagian kebijakan yang tidak manusiawi. Melalui pertunjukan teater, dia ingin menyampaikan dampak kerugian kebijakan full day school. "Keranda yang kami bakar dalam pertunjukan juga bagian dari penolakan atas kebijakan menteri," ujarnya.
BETHRIQ KINDY ARRAZY