TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan pihaknya tengah membenahi prosedur pemadaman hutan dan lahan yang selama ini dilakukan lewat jalur darat maupun water bombing. Pembiayaan dan izin penggunaan pesawat untuk water bombing dari udara, menurut dia, masih bermasalah.
"(Soal) water bombing dari pesawat yang kita sewa dari luar (negeri) apakah ada izin? Itu yang kita atasi bersama. Juga soal bagaimana pelibatan TNI dan Polri, bagaimana pembiayaannya," kata Wiranto setelah rapat koordinasi terbatas mengenai kebakaran hutan di kantornya, Jakarta Pusat, Kamis, 3 Agustus 2017.
Baca juga: Wiranto Pimpin Rapat Koordinasi Menteri Bahas Kebakaran Hutan
Dia mengingatkan bahwa pemerintah telah membentuk satuan tugas di daerah rawan kebakaran lahan. Selain mengawasi titip api yang muncul secara alami, satgas dituntut mencegah praktek pembakaran hutan oleh masyarakat.
Masyarakat di kawasan padat hutan, menurut dia, terbiasa membakar lahan untuk bertani. "Untuk masyarakat adat, bagaimana kebiasaan membakar hutan itu bisa dialihkan sedikit demi sedikit. Ini kan bukan pekerjaan yang mudah."
Setelah rapat yang dihadiri sejumlah menteri dan kepala lembaga itu, Wiranto memastikan bahwa titik api tak akan lepas dari penginderaan satelit. Dia belum merincikan jumlah titik api terakhir yang dipantau pemerintah melalui satelit. Hasil pengamatan satelit, masih harus didukung pengamatan langsung di lokasi.
"Tapi dari penginderaan satelit bisa diperiksa, paling banyak (titik api di) Sumatera dan Kalimantan. Hanya ada beberapa daerah yang tidak terdaftar sebagai (lokasi rawan) kebakaran hutan, sekarang muncul, yaitu Aceh, Kalimantan Barat dan Nusa Tenggara Timur," ujar Wiranto.
YOHANES PASKALIS PAE DALE