TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menghadapi sidang praperadilan yang diajukan Syafruddin Arsyad Tumenggung. Mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) itu ditetapkan sebagai tersangka korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bank Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, menuturkan persidangan ketiga praperadilan berlangsung hari ini, Kamis, 27 Juli 2017. Pada sidang kali ini, KPK telah mengajukan sekitar 117 bukti yang terdiri atas surat-menyurat BPPN, Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Kementerian Keuangan.
Baca: Kasus BLBI, Eks Menteri BUMN Laksamana Sukardi Ditanya Soal MSAA
"Dokumen-dokumen itu terkait dengan perjanjian. Sedangkan dokumen lain terkait dengan SKL BLBI, BAPK, dan SP3 Kejaksaan Agung," kata Febri di kantor KPK, Kamis, 27 Juli 2017.
Besok Jumat, 28 Juli 2017, KPK berencana menghadirkan satu ahli pidana. KPK berencana menghadirkan tiga ahli hingga akhir sidang nanti. "Kami harap dapat didengar secara seimbang oleh hakim," ujarnya.
Febri optimistis lembaganya bakal memenangkan praperadilan ini. Sebab, penyidikan sudah dilakukan berdasarkan dua alat bukti.
Simak: Kasus BLBI, KPK Periksa Bekas Wakil Ketua BPPN Maulana Ibrahim
"Materi penyidikan berbeda dengan penyidikan yang pernah dilakukan Kejaksaan Agung," ucapnya. Ia mengatakan salah satu argumentasi Syafruddin adalah obyek kasus yang ditangani KPK sama dengan yang pernah ditangani Kejaksaan Agung sehingga ne bis in idem.
KPK menetapkan Syafruddin sebagai tersangka karena diduga menerbitkan SKL BLBI pada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Padahal BDNI ditengarai baru melunasi utang Rp 1,1 triliun dari total Rp 4,8 triliun yang harus dibayarkan.
Sebelumnya, kasus BLBI sempat ditangani Kejaksaan Agung. Namun di tengah jalan Kejaksaan Agung menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) karena tak bisa membuktikan adanya kerugian negara.
MAYA AYU PUSPITASARI