TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara PT Duta Graha Indah (PT DGI) yang telah berganti nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE), Djohan Halim, mempertanyakan Komisi Pemberantasan Korupsi yang menetapkan perusahaanya sebagai tersangka korporasi. Padahal menurutnya, mantan Direktur Utama perusahaannya, Dudung Purwadi, telah ditetapkan terlebih dahulu sebagai tersangka.
"Ibarat mobil (yang) melakukan pelanggaran, kan sopirnya sudah dianggap bersalah tapi kok mobilnya juga harus diproses," kata Djohan saat ditemui Tempo di Kantor PT NKE, Kebayoram Baru, Jakarta Selatan, Selasa, 25 Juli 2017.
Baca juga: KPK Segera Usut Korporasi Lain sebagai Tersangka Korupsi
Dia mengatakan, manajemen perusahaan menghormati keputusan KPK yang menetapkan perusahaannya sebagai tersangka. Seluruh prosedur hukum akan diikuti termasuk memberikan keterangan dan menyerahkan berkas yang dibutuhkan. "Tetapi kenapa cuma kami yang tersangka. Kan perusahaan lain juga banyak yang terlibat," katanya.
Menurut Djohan, jika yang dituduhkan kepada perusahaanya adalah menikmati hasil kejahatan, maka manajemen perusahaan siap mengembalikan kerugian negara yang ditimbulkan.
KPK menetapkan PT DGI sebagai tersangka korporasi pada 14 Juli 2017 terkait kasus korupsi pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Universitas Udayana Tahun Anggaran 2009-2011 dengan nilai proyek sekitar Rp 138 miliar. Penetapan korporasi sebagai tersangka ini merupakan yang pertama kalinya dilakukan oleh KPK.
Simak pula: KPK Tetapkan PT DGI Tersangka Korporasi dalam Kasus Rumah Sakit
Penetapan PT DGI sebagai tersangka merupakan pengembangan dari penyidikan perkara yang sama dengan tersangka Dudung Purwadi dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Universitas Udayana Made Meregawa," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif. PT DGI yang telah berubah nama menjadi PT NKE, kata Laode Muhammad Syarif, diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.
Menurut Syarif, diduga telah terjadi kerugian negara sekitar Rp 25 miliar dalam pelaksanaan proyek tersebut. PT DGI disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
IRSYAN HASYIM