TEMPO.CO, Yogyakarta -- Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Agus Prabowo, mengatakan sistem pengadaan barang dan jasa pemerintah mendesak untuk terus dimodernisasi dan direformasi untuk mencegah korupsi.
Ini perlu dilakukan untuk mempersempit ruang terjadinya praktek korupsi. “Tantangan terbesar pengadaan barang dan jasa masih korupsi,” kata Agus di sela Simposium Modernisasi Sistem Pengadaan Indonesia di Yogyakarta Selasa 25 Juli 2017.
Baca: Kasus E-KTP, Mantan Pejabat Menyangkal Kenal Setya Novanto
Agus menuturkan sejauh ini pemerintah mengawal pengadaan barang dan jasa dengan memperbaiki berbagai aturan, sistem dan mekanismenya. Perbaikan terjadi ditandai dengan adanya pergeseran pola korupsi. Jika dulu korupsi biasanya dilakukan di tingkat eksekusi pengadaan barang dan jasa. Sekarang tindak korupsi sudah pindah ke hulu.
“Jadi belakangan korupsi sudah terjadi sejak (pengadaan) masih jadi politik di DPR/DPRD, misalnya kasus e-KTP, Hambalang, terjadinya sebelum pengadaan, ” kata Agus.
Baca: Kasus Korupsi RS Universitas Udayana, KPK Periksa Pejabat PT PP
Agus melanjutkan praktek korupsi berasal dari dua sumber yakni niat dan adanya kesempatan. Maka saat ini perlu perbaikan niat politik dan para politikusnya. “Peran LKPP hanya bisa menutup kesempatan korupsi itu makin kecil,” ujar Agus.
Agus menyebut upaya menutup kesempatan korupsi bidang pengadaan dilakukan dengan transparansi seluas-luasnya. Ini dilakukan dengan pengadaan katalog elektronik (e-catalog). Katalog elektronik ini berisi spesifikasi barang, jenis barang, harga barang hingga penyedia barang. Masyarakat bisa melaporkan jika ada kejanggalan dalam pengadaan barang.
“Namun yang menjadi persoalan saat ini jika barang itu tak ada dalam catalog atau masih dalam bentuk tender, potensi korupsi terbesar ke depan ini ada di tender,” ujar Agus.
Pengadaan bentuk tender menjadi tantangan yang menyimpan potensi korupsi terbesar sebab tidak semua barang dan jasa tersedia di pasar. Misalnya pembuatan bendungan, jembatan, dan infrastruktur lain.
“Kan enggak ada yang jual jembatan, bendungan, sehingga harus custom atau ditender, porsi tender ini harus dikurangi,” ujar Agus.
LKPP sendiri saat ini masih mencari bentuk untuk meminimalisir potensi korupsi berbentuk tender dengan sistem yang lebih memadai.
Hingga semester kedua 2017 ini, transaksi pengadaan elektronik pemerintah tercatat sudah lebih dari Rp 295 triliun dengan nilai transaksi e-tendering sebesar lebih dari Rp 270 triliun dan e-purchasing sebesar Rp 25 triliun.
PRIBADI WICAKSONO