TEMPO.CO, Jakarta - Profesor Yohanes Surya, Ph.D., mendirikan Universitas Surya pada 2013. Ditemui Tempo pada pertengahan Juni lalu di ruang kerjanya, Rektor Universitas Surya ini berharap kampusnya bisa ikut memajukan Indonesia. "Saya menginginkan universitas ini berdiri supaya Indonesia bisa maju dalam riset," kata Yohanes Surya.
Sejak awal, Yohanes Surya menyadari bahwa membangun universitas berbasis riset sangat mahal. "Orang bilang impian saya muluk-muluk," ujarnya.
Baca: Universitas Surya Terjerat Utang Rp 16 miliar
Yohanes Surya mengatakan kampus itu juga didirikannya untuk mewujudkan mimpi "Indonesia Jaya 2030". Maka, dia mengundang banyak doktor Indonesia yang berada di luar negeri untuk bergabung dan mengajar di Universitas Surya. Tercatat sekitar 200 doktor mengajar awal kampus berdiri.
Yohanes Surya mengaku punya hitungan sendiri untuk mengatasi mahalnya universitas berbasis riset. Dia menargetkan ada 3 ribu mahasiswa bergabung. Dengan biaya kuliah Rp 3 juta per bulan, kata Yohanes, kampus bisa berpenghasilan Rp 9 miliar per bulan. "Gaji 200 doktor sekitar Rp 6 miliar, masih sisa Rp 2-3 miliar, harusnya bisa jalan untuk operasional," katanya.
Nyatanya, perhitungan itu meleset. Jumlah mahasiswa Universitas Surya hingga lima tahun berdiri hanya 1.247 orang. Alih-alih mendapat penghasilan, kampus itu malah terjerat utang kredit tanpa agunan ke Bank Mandiri. Data di Mandiri menunjukkan Universitas Surya masih belum membayar utang kredit sekitar Rp 16 miliar.
Masalahnya, KTA itu diajukan atas nama 300-an orang tua mahasiswa. Sebagian di antaranya kini ditagih oleh Bank Mandiri dan berstatus collect 5 alias memiliki kredit macet. Orang tua pun marah terhadap Yohanes Surya karena ketidakmampuan kampus membayar KTA membuat orang tua tercatat memiliki utang di bank. Sebagian di antaranya memilih memindahkan anak-anaknya ke kampus lain.
Baca: Kisah Rektor Universitas Surya Ditinggal Dosen dan Mahasiswanya
Sri Suri, orang tua mahasiswa teknik fisika angkatan 2014, salah satunya. Menurut Sri Suri, dia diwajibkan menandatangani formulit pengajuan KTA berupa student loan senilai Rp 144 juta. "Katanya hanya formalitas karena kampuslah yang akan membayar," katanya. Suami Sri Suri yang menandatangani formulir KTA itu kini berstatus collect 5 karena Universitas Surya tak mampu membayar KTA tersebut.
Tak hanya ditinggalkan mahasiswa, Universitas Surya juga ditinggalkan banyak dosen. Dari sekitar 200 doktor, tersisa 20-an orang. Kebanyak dosen memilih keluar karena telat menerima gaji, bahkan ada pula yang tak menerima gaji selama berbulan-bulan.
Baca: Pahit-Getir Dosen Universitas Surya Bergaji Rp 30 Juta
Yohanes Surya mengaku salah berhitung. "Waktu itu saya pikir dengan student loan (KTA) akan lancar. Tidak tahu ke sininya mandek. Kalau tahu bakal seperti ini, enggak usah pakai student loan," ujarnya. Tapi sebagian orang tua yang ditemui Tempo mengaku sudah tertipu. "Katanya beasiswa, tapi ujung-ujungnya malah saya dianggap punya utang di bank," kata Sri Suri.
Para dosen dan mantan dosen yang ditemui Tempo pun merasa ditipu oleh Profesor Yohanes Surya. Diiming-imingi gaji Rp 20 juta-30 juta, sebagian di antaranya malah tak menerima gaji yang dijanjikan. Simak cerita lengkapnya di Majalah Tempo pekan ini.
TIM INVESTIGASI TEMPO